Thursday, September 18, 2008

18 Tahun Tertunda, Film Kantata Takwa Akhirnya Dirilis

JAKARTA, KAMIS - Sutradara, produser, sekaligus politikus Eros Djarot mengaku sedang bernostalgia. Kenangan masa lalu itu kini menari-nari lagi di benaknya setelah film yang telah digarapnya sejak 18 tahun lalu, Kantata Takwa, akhirnya dirilis tahun ini. Dalam film tersebut, ia bekerja sama dengan sejumlah seniman dan budayawan, seperti WS Rendra, Iwan Fals, Setiawan Djody, Sawung Jabo, dan Gotot Prakosa. Film tersebut dibuat sejak tahun 1991 hingga 1994.

"Melihat film ini saya merasa bernostalgia. Bukan hanya merindukan orang-orangnya, tapi juga suasana pada saat itu," ungkap Eros seusai peluncuran film Kantata Takwa di Blitz Megaplex Grand Indonesia, Jakarta, Rabu (17/9).

Banyak suka dan duka dalam pembuatan film produksi Ekapraya Tata Cipta Film ini. Namun, semua itu kini terbayarkan ketika Kantata Takwa dapat dirilis tanpa ada satu adegan pun yang dipotong Lembaga Sensor Film.

Sutradara film Tjut Nyak Dien ini cukup khawatir. Pasalnya, film ini syarat akan kritik pemerintahan Orde Baru di bawah rezim Soeharto. "Kesulitan secara teknis pasti ada. Apalagi ketika pita film yang disimpan terlalu lama sudah banyak yang lengket dan hilang, menyebabkan banyak scene yang hilang," ungkap Eros.

Masalah lain tentu saja bagaimana mencocokkan kembali suara dan musik dalam setiap adegan yang cukup rumit. Secara keseluruhan, produksi akhir film Kantata Takwa sepenuhnya dikerjakan di Indonesia.

"Ini produk dalam negeri. Dan ternyata hasilnya tidak jelek-jelek banget. Enggak perlu ke luar negeri untuk proses editing suara. Yang penting kuncinya adalah kreativitas. Jangan karena banyak yang hilang lalu film ini enggak jadi," ucapnya. (C-03/EH)

Sumber: Kompas, Kamis, 18/9/2008


Thursday, September 4, 2008

Keluar dari Perangkap Pangan?

Oleh Gatot Irianto

Peningkatan kebutuhan pangan terjadi akibat pertambahan penduduk yang relatif tinggi (1,38 persen/tahun) dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Semua pihak perlu mewaspadai fenomena itu.

Paling tidak ada tiga komoditas pangan nonberas yang perlu dicermati terkait peningkatan permintaan sehingga bisa mendorong ketergantungan berlebihan atas bahan pangan impor. Gandum, tetua ayam ras (grand parent stock) baik pedaging maupun petelur serta ternak sapi, merupakan tiga komoditas utama yang kini menjadi perhatian publik dan pemerintah karena ledakan permintaannya.

Peningkatan permintaan gandum dan daging ayam broiler yang besar akibat promosi dan layanan antar yang amat militan dan didukung industri hulu dan hilir perusahaan multinasional yang tangguh. Kondisi ini diperburuk terbatasnya edukasi media tentang hidup sehat atas pangan berbasis terigu dan daging ayam ras pada kelompok usia produktif dan anak anak.

Adapun lonjakan peningkatan impor sapi hingga kini terjadi akibat kebijakan pemerintah untuk mengimplementasikan pelarangan pemotongan betina produktif agar sapi yang dipotong memenuhi potensi bobot potong ideal. Pilihan ini harus diambil karena dalam jangka panjang akan menyelamatkan populasi ternak sapi dan peningkatan produksi daging sapi untuk keluar dari perangkap impor sapi, daging, dan jeroan sapi.

Terigu dan ayam

Menyikapi situasi permintaan terigu yang terus melonjak, pemerintah menggenjot diversifikasi dengan produk tepung non- terigu berbasis komoditas lokal utamanya umbi-umbian dengan fortifikasi agar kompetitif terhadap gandum. Hal ini harus dilakukan karena agro-ekologi untuk tanaman gandum tidak banyak tersedia di Indonesia. Dengan harga jual pangan berbahan nonterigu lebih murah, edukasi dan promosi hidup sehat yang lebih gencar, diharapkan dalam jangka menengah, tepung nonterigu akan mampu bersaing melawan terigu yang kini mendominasi pangan nonberas.

Sementara untuk mengatasi ketergantungan atas ayam ras, pemerintah mendorong swasta mengimpor great grand parent stock (GGP) atau pure line agar jaminan produksi ayam usia sehari (day old chick/DOC) dapat dipastikan dalam kurun waktu lima tahun. Secara simultan penelitian dan pengembangan ayam lokal terus diintensifkan.

Semua pihak harus mewaspadai kampanye hitam atas ayam buras yang dituduh sebagai penyebar virus avian influenza seperti banyak dilansir media selama ini. Padahal, kita tahu, Indonesia merupakan salah satu pusat domestikasi ayam di dunia. Ayam buras/kampung merupakan jaring pengaman sosial yang amat strategis guna mengeluarkan Indonesia dari perangkap pangan dan kemiskinan.

Itu sebabnya ada pihak yang ingin menghancurkan ayam buras Indonesia dengan berbagai modus. Padahal, 60 persen populasi ayam buras tahan terhadap avian influenza. Maka, amat tidak adil jika dimusnahkan dengan peraturan daerah (perda).

Produk lokal

Untuk melepaskan Indonesia dari perangkap pangan, maka perlu dilakukan (i) bagaimana semua pihak menggunakan produk pangan lokal dengan semua konsekuensinya; (ii) bagaimana menurunkan ketergantungan/ketagihan atas bahan pangan utama gandum agar cepat dan pasti, ketergantungan pangan dapat direduksi secara signifikan.

Kita perlu belajar dari negara kaya yang teknologinya maju, seperti Jepang dan Korea Selatan. Mereka tetap bangga menggunakan produk telepon seluler dan mobil sendiri tanpa terpengaruh produk lain meski lebih canggih. Harga diri bangsa menjadi taruhan terakhir dalam melepaskan diri dari perangkap pangan.

India juga merupakan teladan bagaimana keluar dari perangkap pangan dan menjadi negara industri. Kebijakan pemerintah dalam importasi pangan, penetapan tarif, dan keberpihakan terhadap petani sudah menunjukkan hasilnya meski harus diakui masih memerlukan tenaga, waktu, dana, dan pengawalan kontinu.

Kini, pertarungan pasar atas bahan pangan impor sudah tidak berbatas sehingga yang kuat kian kuat dan yang lemah kian tergilas. Maka, badan penelitian dan pengembangan pertanian memberi prioritas utama dalam pengembangan benih, bibit, pupuk, dan alat pada tahun anggaran 2008 agar Indonesia secara bertahap keluar dari perangkap pangan.

Lompatan produksi pangan nonterigu, ayam buras, dan sapi pasti dapat dilakukan dalam 3-5 tahun ke depan jika semua pihak secara konsisten melindungi pertanian dan petani kita.

*) Gatot Irianto Kepala Badan Litbang Pertanian

Sumber: Kompas Kamis, 4 September 2008

Wednesday, September 3, 2008

Indonesia Masuk "Perangkap Pangan"

Petani Hanya Jadi Buruh Tanam

Jakarta, Kompas - Indonesia sebagai bangsa agraris ternyata sudah masuk dalam ”perangkap pangan” atau food trap negara maju dan kapitalisme global. Tujuh komoditas pangan utama nonberas yang dikonsumsi masyarakat sangat bergantung pada impor.

Bahkan, empat dari tujuh komoditas pangan utama nonberas, yakni, gandum, kedelai, daging ayam ras, dan telur ayam ras, sudah masuk kategori kritis. Meskipun belum kritis, jagung, daging sapi, dan susu patut diwaspadai.

Menurut Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia, yang juga guru besar sosial ekonomi pertanian Universitas Jember, Rudi Wibowo, krisis ini terjadi karena Indonesia tidak mampu mengatasi persoalan itu sejak dulu. ”Dari waktu ke waktu tidak ada perkembangan berarti untuk mengurangi ketergantungan pangan impor itu, justru sebaliknya malah makin parah,” kata Rudi, Sabtu (30/8) di Surabaya.

Meningkatnya ketergantungan ketahanan pangan negeri ini pada negara lain dapat dilihat dari naiknya volume impor pangan dalam bentuk komoditas maupun benih atau bibit.

Pada tahun 2000, Indonesia mengimpor gandum sebanyak 6,037 juta ton. Lima tahun kemudian, tahun 2005, impor gandum naik hampir 10 persen menjadi 6,589 juta ton. Tahun 2025, diproyeksikan impor gandum akan meningkat tiga kali lipat menjadi 18,679 juta ton. Impor kedelai dalam lima tahun terakhir (2003-2007) rata-rata 1.091 juta ton atau mencapai 60,5 persen dari total kebutuhan.

Untuk daging ayam ras, meskipun sebagian besar ayam usia sehari (day old chicken/DOC) diproduksi di dalam negeri, yaitu sebanyak 1,15 miliar ekor (2007), tetapi super induk ayam (grand parent stock/GPS) dan induk ayam (parent stock/PS)-nya diimpor dari negara maju.

Ketergantungan pada impor juga terjadi pada susu. Setiap tahun 70 persen kebutuhan susu diimpor dalam bentuk skim.

Untuk jagung, produksi tahun 2008 memang surplus. Namun, peningkatan produksi itu ditunjang oleh penggunaan benih jagung hibrida. Tahun 2008, penggunaan hibrida mencapai 43 persen dari total luas tanaman jagung nasional 3,5 juta hektar. ”Kondisi jagung lebih baik karena ada progres penggunaan teknologi,” kata Rudi.

Meskipun begitu, kebutuhan benih jagung hibrida sekitar 30.100 ton per tahun itu sebagian atau 43 persen bukan berasal dari perusahaan benih nasional atau petani penangkar, tetapi diproduksi oleh perusahaan multinasional, seperti Bayer Crop dan Dupont.

Ketergantungan pada impor juga terjadi pada daging sapi. Impor dalam bentuk daging dan jeroan beku per tahun mencapai 64.000 ton. Adapun impor sapi bakalan setiap tahun sekitar 600.000 ekor.

Peran negara kuat

Menanggapi situasi ketahanan pangan Indonesia, yang sangat bergantung pada impor, ahli peneliti utama kebijakan pertanian pada Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSE-KP), Husein Sawit, mengakui, produksi dan perdagangan pangan dunia memang semakin terkonsentrasi ke negara-negara maju. Selain itu, peran perusahaan multinasional (MNCs) pun tambah kuat dan berpengaruh.

Untuk menguasai pasar produk pertanian negara berkembang, termasuk Indonesia, negara-negara maju itu melakukan politik dumping. AS dan Uni Eropa, misalnya, menyubsidi pertanian mereka agar komoditas yang dihasilkan dapat memenangi persaingan di pasar dunia.

Konsentrasi perdagangan pada industri raksasa dunia tampak dari peran MNCs yang menguasai industri hulu sarana produksi pertanian, seperti benih atau bibit, pupuk, dan pestisida. Tidak hanya di hulu, di hilir pun MNCs ”menggenggam” industri hilir pertanian, antara lain dalam industri pengolahan pangan.

Guna mendukung hegemoninya di pasar komoditas pangan, perusahaan multinasional juga mengembangkan ”revolusi” ritel melalui hipermarket dan perdagangan ritel pangan di negara berkembang. Braun dalam hasil penelitiannya di International Food Policy Research Institute (IFPRI) memperkirakan, total penjualan 10 perusahaan MNCs global untuk sarana produksi pertanian mencapai 40 miliar dollar AS, industri pengolahan dan perdagangan pangan 409 miliar dollar AS, dan industri pengecer 1.091 miliar dollar AS (lihat tabel).

Negara berkembang, seperti Indonesia, hanya kebagian menjadi buruh tanam untuk sarana produksi yang dihasilkan MNCs. Hasil produksi petani dan buruh tani Indonesia itu diolah dan diperdagangkan oleh industri pengolahan pangan yang juga milik perusahaan multinasional. Selanjutnya hasil produksi itu diperdagangkan melalui perusahaan ritel, yang juga milik perusahaan multinasional, kepada konsumen, yaitu masyarakat Indonesia, termasuk petani.

Perusahaan Monsanto dari AS, misalnya, dalam 10 tahun terakhir memasok berbagai jenis benih, seperti jagung, kapas, dan sayuran. Laboratorium pembibitannya tidak hanya terdapat di AS, tetapi di ratusan lokasi di dunia.

Syngenta (Swiss), mencatat kenaikan penjualan benih 20 persen pada semester I-2008, yakni menjadi 7,3 miliar dollar AS, dibandingkan semester I-2007. Saat ini Syngenta memiliki 300 benih terdaftar dan 500 varietas benih komersial.

Rudi mengingatkan, Indonesia akan semakin bergantung pada pangan impor. ”Apabila sewaktu-waktu terjadi gejolak pangan impor di tengah sektor riil banyak bergantung pada bahan baku impor, hal itu akan membahayakan perekonomian nasional.

Daya saing rendah

Ketua Dewan Pertimbangan Organisasi Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Siswono Yudo Husodo mengatakan, tingginya ketergantungan pada pangan impor karena rendahnya daya saing dan kesiapan teknologi pertanian. Gandum, misalnya, kebutuhan terhadap komoditas ini terus meningkat. Saat ini konsumsi gandum per kapita per tahun mencapai 10 kilogram. Padahal, gandum bukan komoditas unggulan negeri ini.

”Arah diversifikasi konsumsi pangan kita keliru. Salah satu sebabnya, kebijakan pemerintah yang kurang pas,” ujarnya.

Siswono mengingatkan, Indonesia tengah digiring masuk dalam perangkap pangan negara maju dan MNCs. Ironisnya, pemerintah justru memberikan jalan bagi mereka untuk ”mencengkeram” negeri ini.

Hal itu, antara lain, tampak dari dibebaskannya bea masuk impor gandum dan kedelai. Kebijakan itu, menurut Siswono, menunjukkan bahwa pemerintah hanya berpikir jangka pendek.

Menanggapi ketergantungan pangan, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian Gatot Irianto mengatakan, di tengah arus globalisasi Indonesia memang tidak bisa 100 persen mandiri. Memang ada ketergantungan, tetapi masih dalam batas yang bisa dikontrol.

Artinya bila sewaktu-waktu ada kenaikan harga pangan global, Indonesia masih bisa menyediakan pangan. Menjadi berbahaya bila ketergantungan sudah sepenuhnya terjadi.

Di bidang penelitian, kata Gatot, sebenarnya Indonesia tidak kalah. Banyak varietas unggul bermutu benih kedelai yang memiliki produktivitas tinggi. Namun, peningkatan produksi kedelai tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Harus bertahap.

Terkait dengan bibit unggas, sudah ada sejumlah investor yang tertarik menanamkan modal di Indonesia dalam produksi GPS dan PS. Teknologi pembibitan unggas juga terus dikembangkan. Meskipun begitu, keberadaan usaha kecil ayam kampung juga harus tetap dilestarikan agar Indonesia memiliki ketahanan pangan untuk daging ayam dan telur. (MAS/JOE)

Source: Kompas, Senin, 1 September 2008

Tulisan Yang Baik dan Seni Menulis Cepat

Oleh Naning Pranoto *

Pendahuluan

Good writing is purposeful, its says something and says it correctly
Good writing has “voice and “energy
Good writing is thoughtful and thought provoking
Good writing communicates an important message clearly to intended audience
Good writing expresses the writer self honestly and evokes a personal response in the reader
(Christopher C. Burnham)

Pernyataan di atas hanyalah merupakan sebagian dari penilaian bobot tulisan yang baik, antara lain: bermisi, menyuarakan sesuatu (kebenaran) dan memompakan semangat, mengajak pembaca berpikir dan bertindak, mengkomunikasikan pesan yang jelas di samping mengekspresikan pendapat/pemikiran penulis mengenai sesuatu hal yang akan mengundang respon/reaksi pembacanya.. Bagi kita, deretan bobot tersebut harus ditambah dengan kata: laku dijual laris (selling well). Sebab, kita menulis untuk tujuan suatu industri yaitu bermisi (75%) ‘making money Bahkan kalau mungkin, tulisan kita bisa dijadikan ‘money machine (mesin uang), mengapa tidak?. Sebab, kita menulis untuk majalah komersil. Saya pernah menjalaninya selama delapan tahun, ketika saya bekerja di Majalah Wanita “Kartini dan kemudian memimpin Majalah “Jakarta-Jakarta Tetapi saya melihat, bagaimana pun, Majalah “Trubus masih mengemban misi idealis. Saya mengenal “Trubus sejak tahun 1976 ketika penampilannya masih ‘sangat lugu (tidak semewah sekarang ini) dan terbit (kalau tidak salah) bulanan. Sekarang, “Trubus menjadi majalah mingguan..

Menulis Cepat

Menjadi penulis untuk sebuah majalah mingguan dituntut mampu menulis cepat, walau tidak seberat wartawan sebuah harian. Cepat di sini dalam arti tidak bisa bersantai-santai menunggu ‘in the good-mood apalagi menanti datangnya inspirasi. Yang diwajibkan adalah: berpikir dan bertindak cepat dan tepat (akurat). Sebab akan tidak bermanfaat apabila bertindak cepat tetapi tidak tepat (salah/tidak akurat). Kesalahan dalam menulis untuk mass media-cetak (majalah, koran atau tabloid) akan menimbulkan kerugian antara lain:
(1) Memberi informasi yang salah kepada pembaca;
(2) Menurunkan bobot majalah dan
(3) Bila fatal akan mengakibatkan polemik (mengundang pro dan kontra).
Ketiga faktor ini biasanya membuat manajemen resah, karena akan merugikan kinerja perusahaan. Oleh karena itu, agar bisa menulis secara cepat dan tepat, diperlukan strategi proses menulis yang sistematis dan dinamis. Strategi ini bisa ditempuh melalui:
1.Merumuskan dahulu (dengan masak-masak) materi tulisan yang akan ditulis/digarap, sesuai dengan hasil rapat redaksi (tentunya menarik untuk pembaca dan punya selling point tinggi)
2.Mendata point-point materi yang akan ditulis melalui: membaca literature, survei/riset lapangan, mencari narasumber (wawancara) dan eksperimen (bila diperlukan)
3.Penjabaran point-point Butir 2
4.Menganalisis materi yang akan ditulis
5.Menulis, termasuk mengedit disesuaikan dengan jatah kolom/halaman yang akan memuat tulisan yang digarap

Proses Menulis Cepat

Materi yang bisa ditulis cepat pada umumnya berupa reportase dan artikel yang sifatnya informasi (bukan esei). Maka dari itu, artikel yang ditulis:
1.Benar-benar informatif membawa pesan jelas (komplit).
2.Sebagai daya tarik tulisan itu haruslah mampu menyuarakan/menyampaikan sesuatu yang diperlukan pembaca.
3.Cara atau gaya penyampaiannya bersifat provokasi (dalam arti positif).
4.Media untuk menyampaikannya adalah bahasa yang sesuai dengan misi majalah dan sasaran pembacanya. Majalah “Trubus adalah majalah spesifik walau tidak terlalu segmented. Tentunya, bahasa yang dipergunakan tidak sama dengan bahasa untuk majalah berita (politik). Demikian pula jargon-jargonnya.
Seseorang mampu menulis dengan cepat dan tepat apabila yang bersangkutan menguasai tiga hal yaitu:
1.Memahami materi yang akan ditulisnya
2.Menguasai bahasa yang dipergunakan untuk menuliskan materi
3.Disiplin (mentaati dead-line).
Tanpa ketiga hal tersebut di atas, menulis cepat dan tepat akan sulit diwujudkan.
Mereka yang tidak sanggup akan merasa stress atau bekerja dalam tekanan. Akibatnya, kepala jadi pusing, perut mual dan kadang jadi pemarah dan ini akan menganggu rekan-rekannya produktif. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan tersebut, setiap orang yang ingin bisa menulis cepat hendaknya melakukan aktivitas yang sifatnya membantu kelancaran menulis yaitu dengan:
1.Banyak pembaca literature yang ada kaitannya dengan materi-materi yang akan ditulis
2.Terus menerus memperkaya kosa-kosa dari sumber berbagai bacaan dan rajin membaca kamus, khususnya kamus spesial yang ada kaitannya dengan misi majalah yang digarapnya. Misalnya, untuk menulis di Majalah “Trubus perlu banyak membaca Kamus Biologi, Pertanian dan sejenisnya (maaf saya tidak begitu paham). Juga, menguasai istilah asing untuk nama-nama flora dan fauna.
3.Tidak suka menunda pekerjaan. Sebab, mereka yang suka menunda pekerjaan biasanya menjadi ‘malas menulis.
4.Taati deadline dengan cara bekerja tepat waktu dan mengurangi banyak bicara dengan rekan-rekan sekitar
5.Banyak praktik menulis untuk mengasah daya pikir dan ketrampilan proses menulis.
6.Temukan jam produktif menulis bagi diri masing-masing. Saya pribadi (setelah menjadi penulis lepas), biasa menulis produktif mulai pukul 03.00 (dini hari) sampai pukul 10.00, kemudian tidur sepanjang hari. Mulai produktif lagi pada pukul 16.00 -22.00, tetapi saya pergunakan untuk membaca. Di sela-sela membaca saya suka telepon teman atau SMS sebagai selingan/hiburan. Bila sepanjang hari ada acara, saya menulis hanya dari pukul 03.00 - 06.00. Di perjalanan saya suka membaca, sampai berjam-jam dan sampai di rumah (kalau tidak lelah) saya menulis.
7.Melakukan kegiatan menulis dengan semboyan writing for fun bukan menganggap writing is burden. Saya pribadi punya semboyan writing is paradise. Saya beranggapan demikian karena saya sangat mencintai dunia menulis sepertihalnya saya sangat suka membaca.

Menulis dalam Kepala
Saya mendapat istilah ‘menulis dalam kepala ketika belajar creative writing di Australia. Proses ini disebut mapping-mind. ‘Menulis dalam kepala (MDK) menurut pengalaman saya sangat cocok diterapkan oleh mereka yang dituntut menulis cepat. Hal ini ditegaskan oleh pengalaman Gary Provost yang menulis buku laris berjudul 100 Ways To Improve Your Writing.
Gary Provost mantan wartawan harian terkemuka di AS, kemudian menjadi wartawan lepas karena berambisi menulis buku (yang memerlukan waktu banyak untuk memcari bahan dan menulis) tentang pengalamannya sebagai wartawan. Ia menegaskan, hanya orang-orang yang bisa menulis cepat dan tepat yang bisa menjadi wartawan dan penulis yang baik dan produktif. Salah satu resepnya untuk menjadi penulis cepat dan tepat adalah melakukan MDK. Ini bisa dilakukan di mana saja, termasuk di perjalanan sambil mengemudi mobil. Asalkan, dilakukan dengan tanpa tekanan, tanpa beban, sehingga menyenangkan (termasuk tidak menganggu konsentrasi mengemudi mobil).
MDK bisa dilakukan dengan lancar apabila yang menjalankannya dengan senang, rileks dan menganggap itu suatu kebutuhan hidup. Maka dari itu, meskipun tidak sedang di depan mesin tulis, maka berlaku/bertindak seperti sedang di depan mesin tulis. Yang dilakukan antara lain:
1.Membuat/menentukan judul
2.Menentukan plot tulisan
3.Menganalisa hal-hal yang perlu ditonjolkan dalam tulisan
4.Membuat kesimpulan
5.Memikirkan strukur
6.Mereka-reka gaya bahasa
7.Memikirkan panjang tulisan
Ketujuh unsur ini bila digarap matang, maka begitu berada di depan mesin tulis langsung bisa on (menulis). Pengalaman saya, menulis beberapa buku saya selesaikan melalui MDK dalam perjalanan saya yang panjang (kebetulan saya suka traveling) dan pada saat-saat saya menikmati suatu pemandangan atau duduk-duduk sambil makan (saya kebetulan suka makan dan menikmati pemandangan indah khususnya laut, pegunungan dan langit). Tempat-tempat tersebut bagi saya sangat inspiratif.
Menghadapi Blocking
Kegiatan menulis adalah aktivitas yang terdiri lima rangkaian yaitu:
1.Menggunakan pikiran (konsentrasi tinggi)
2.Mengimplementasikan pengetahuan
3.Suasana hati indah (good feelings/in the good mood)
4.Kondisi tubuh yang fit
5.Tempat kerja yang nyaman
Bila kelima unsur tersebut terpenuhi, proses menulis biasanya berjalan lancar. Sayangnya, keadaan tidak selalu bisa demikian ideal. Banyak hal yang membuat kelima t unsur itu tidak bisa menyertai pada waktu kita menulis. Akibatnya, terjadi blocking proses menulis tiba-tiba mandeg. Blocking disebut pula ‘mampet sehingga sulit menulis.
Bagi penulis lepas, terjadinya blocking bisa ditolerir. Tetapi akan menjadi masalah bila seorang penulis tetap/wartawan di sebuah mass-media sering mengalami blocking. Tentu ia akan dicap ‘tidak produktif sebagai pengganti sebutan malas. Bahkan bila sudah keterlaluan sangat mungkin diberhentikan.
Bagaimana pun, terjadinya blocking sifatnya alami (tidak dibuat-buat). Jadi, bagi yang sedang mengalami blocking hendaknya jangan disalah-salahkan atau dimarahi-marahi. Yang perlu dilakukan adalah mencari jalan keluar untuk membebaskan diri dari jeratan kemampetan tersebut, antara lain:
2.Lupakan atau singkirkan hal-hal yang membuat Anda merasa ‘mampet (membuat pikiran terganggu).
3.Tarik nafas sebentar, sambil jalan-jalan melemaskan otot atau ngobrol sejenak dengan teman. Atau, mungkin minum secangkir kopi?
4.Bila ruangan/tempat kerja penyebab mampet, pindahkan mesin tulis Anda ke ruangan yang lebih baik/mendukung proses menulis
5.Bila penyebabnya kekurangan bahan, cepat-cepat membaca (mencari pelengkapnya)
6.Bila penyebabnya tubuh kurang sehat, ini yang sulit diatasi. Oleh karena itu bila Anda telah memutuskan menjadi penulis/wartawan tetap hendaknya pandai-pandai menjaga kesehatan.
7.Bila penyebabnya merasa ‘tidak in the mood atau sedang bad mood hal itu harus diusir jauh-jauh karena Anda dituntut untuk senantisa in the good mood. Anda bekerja mengejar argo deadline. Bila Anda tidak mampu mengejar maka akan ketinggalan, berarti gagal. Dampaknya, diberhentikan.
8.Memacu diri agar tetap menulis
Agar Tetap In The Mood
Agar tetap in the mood sebagai penulis cepat, maka perlu memposisikan diri sebagai penulis yang produktif. Maksudnya, penulis yang mampu menulis sesuai dengan tugas yang diberikan. Kuncinya, harus senantiasa memposisikan diri di track penulis cepat dengan bekal:
1.Terus mengembangkan dan memperluas wawasan pengetahuan yang diperlukan untuk menulis cepat. Cara yang paling baik adalah membaca buku-buku yang ada kaitannya dengan materi tersebut.
2.Banyak bergaul (mingle) dengan para pakar dan praktisi yang ada kaitannya dengan Butir 1, agar dapat menghasilkan karya yang menarik (disukai pembaca)
3.Meningkatkan kemampuan menulis (berikut editing) melalui praktik k menulis dan membaca tulisan penulis senior yang Anda anggap baik (idola)
4.Meningkatkan kemampuan penguasaan bahasa (multi bahasa) untuk memperkuat gaya penulisan
5.Mau menerima kritik, saran dan pelatihan-pelatihan penulisan (writing-workshop)
6. Menjaga kesehatan secara optimal agar tahan menulis berjam-jam atau menulis dalam kondisi tekanan (dikejar dealine).
7.Jangan jemu-jemu ber-MDK
Selamat menulis cepat.

Daftar Pustaka
Burham, Christopher C, 1996. Writing From Inside Out. Orlando-Florida: Harcourt Brace Jovanovich Publishers.

Peter, Pam, 1990. The Macquarie File Writers Guide. Queensland: Jacaranda Press
Pranoto, Naning, 2004. Creative Writing 72 Seni Mengarang. Jakarta: Primamedia Pustaka

Provost, Gary, 1985. 100 Ways To Improve Your Writing. New York: Penguin Book
Warriner, John E, 1977. Advance Composition: A Book of Models for Writing. Orlando-Florida: Harcourt Barce Jovanovich Publishers

*) Naning Pranoto adalah novelis dan juga Dosen FSIP (Hubungan Internasional Chinese Studies) dan Fak. Sastra untuk Mata Kuliah Academic Writing dan Creative Writing . Selain itu ia aktif sebagai pengasuh Website www.rayakultura.net, Ketua Garda Budaya a.l. penyelenggara Creatitve Writing dan Academic Writing Workshop untuk umum.

**) Alamat Garda Budaya, Jalan Gunung Pancar No.25 Bukit Golf Hijau, Bukit Sentul, Bogor 16810. Telepon/Fax (021) 87960940, E-mail: garda_budindo@yahoo.co.uk

***) dipresentasikan pada Acara Workshop Majalah Trubus, 20 Agustus 2005 di Hotel Salak - Bogor

Sumber: rayakultura.net

Recent Post