Friday, April 18, 2008

Presiden Janji Naikkan HPP

Purworejo, Kompas - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berjanji menaikkan harga pembelian pemerintah atau HPP untuk gabah dan beras. Namun, harga beras harus tetap dapat dijangkau oleh masyarakat.

Presiden menegaskan hal itu di sela-sela panen raya perdana padi varietas baru, Super Toy HL-2, di Desa Grabag, yang terletak 20 kilometer sebelah selatan Kecamatan Purworejo, ibu kota Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, Kamis (17/4).

Dalam dialog dengan Presiden, sejumlah petani mengeluhkan rendahnya harga jual gabah dan beras petani. Hal itu memberatkan petani karena harga pupuk telah membubung. Para petani berharap pemerintah meningkatkan HPP beras dan gabah atau meningkatkan subsidi.

HPP untuk gabah kering panen (GKP) saat ini Rp 2.000 per kilogram (kg), dan gabah kering giling (GKG) Rp 2.575 per kg. HPP beras Rp 4.000 per kg.

Selain menjanjikan kenaikan HPP, Presiden juga menjanjikan pengendalian harga pangan agar tidak terlalu tinggi.

Di luar mengendalikan harga, menurut Presiden, kebijakan pangan yang dilakukan pemerintah antara lain meningkatkan produksi, kecukupan cadangan beras Bulog, perbaikan pendapatan petani, dan harga pangan yang terjangkau konsumen.

Pengamanan stok pangan

Lebih jauh Presiden Yudhoyono menjelaskan, Indonesia telah mencapai swasembada beras, gula, jagung, telur, dan daging ayam. Meski begitu, belum ada dorongan untuk melakukan ekspor. Pengamanan stok pangan nasional lebih diutamakan.

Adapun untuk kedelai dan daging sapi, Presiden optimistis dalam tiga tahun mendatang kebutuhan nasional akan dicukupi oleh produksi dalam negeri.

Untuk meningkatkan produksi pangan, Presiden menginstruksikan agar lahan telantar dimanfaatkan. Saat ini ada sekitar tujuh juta hektar lahan yang telantar. Dari lahan yang telantar itu, sekitar 1,7 juta hektar di antaranya berstatus hak guna usaha.

”Saya minta lahan yang telantar ditertibkan, dan digunakan untuk pertanian,” katanya.

Presiden juga mendukung pengembangan padi varietas baru, Super Toy HL-2, yang ditargetkan dapat dipanen tiga kali per tahun, tanpa perlu menanam ulang bibit. Kapasitas panen ditargetkan 15,5 ton gabah per hektar. Padi ini sebelumnya ditanam di Bantul dan Kulon Progo di Yogyakarta.

Menanggapi kehendak pemerintah menaikkan HPP gabah dan beras, Ketua Dewan Pertimbangan Organisasi Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Siswono Yudo Husodo menyatakan sepakat. ”Hanya kenaikan HPP untuk gabah dan beras sebaiknya dilakukan sebelum panen padi musim gadu, yakni sebelum Juni-Juli 2008,” kata Siswono.

Jika kenaikan HPP dilakukan setelah panen gadu, hal itu sama saja tidak akan dirasakan petani karena panen pada musim kemarau tidak banyak lagi. ”Itu artinya kenaikan HPP baru efektif dirasakan petani pada panen raya tahun depan,” ujarnya.

Siswono menjelaskan, tanpa pemerintah menaikkan HPP, harga gabah dan beras secara riil sudah naik. Ada tiga kategori harga beras saat ini, yakni harga sesuai HPP, harga riil di pasaran, dan harga di pasar dunia yang sudah mencapai 680 dollar AS per ton, atau Rp 6.300 per kg.

Kenaikan HPP, menurut Siswono, untuk saat ini lebih berdampak terhadap Bulog. ”Kalau HPP tetap pada posisi sekarang, Bulog tidak akan bisa membeli beras. Kalaupun bisa, kualitasnya akan di bawah standar,” katanya.

Isu global

Kenaikan harga pangan, khususnya beras, telah menjadi isu global. Hal ini, menurut Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Ahmad Suryana, terungkap dalam pertemuan Board of Trustees IRRI (Lembaga Penelitian Beras Internasional) di Manila, 7-11 April. ”Naiknya harga pangan memukul negara importir beras, seperti Banglades, Filipina, dan sejumlah negara Afrika,” kata Suryana.

Menurut Menteri Pertanian Anton Apriyantono, dibandingkan dengan Vietnam, Thailand, dan negara-negara pengimpor beras, Indonesia paling siap menghadapi lonjakan kenaikan harga beras dunia. ”Setidaknya lebih siap sampai bulan-bulan ini,” katanya

Bambang Soesatyo, Ketua Komite Tetap dan Moneter Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, menyatakan, Kadin telah mengingatkan pemerintah tentang ancaman inflasi pangan dunia. Pemerintah diharapkan segera mengambil langkah konkret untuk mengantisipasi ekses kenaikan harga pangan dan juga energi di pasar global.

Kasus di Cirebon

Subdivisi Regional (Subdivre) Perum Bulog Cirebon memperketat pengawasan penyerapan beras petani karena ditemukan adanya penjualan beras asal Cirebon ke Kalimantan dengan harga beli di atas HPP. Ini didorong oleh kekhawatiran ekses penjualan ke luar Jawa atau ekspor ilegal akan mengganggu pengadaan beras Bulog.

Kepala Subdivre Cirebon Slamet Subagyo mengatakan, tim sosialisasi, monitoring, dan evaluasi Bulog menemukan bukti adanya sejumlah pedagang yang membeli beras petani dengan harga di atas HPP untuk dijual ke Kalimantan. Harga beli mereka berkisar Rp 4.150 per kg, sedangkan harga beli Bulog sesuai dengan HPP Rp 4.000 per kg.

”Para pedagang beras sistemnya door to door ke tempat penggilingan gabah, membeli beras dengan tunai Rp 4.150 per kg. Beras itu dikirim ke Kalimantan dengan kapal kayu dari pelabuhan Cirebon,” ujar Subagyo.

Tim menemukan pedagang membeli beras dari penggilingan Rp 4.100-Rp 4.150 per kg, yang akan dijual kembali Rp 4.300 per kg. Jumlah beras yang dikirim ke Kalimantan mencapai 800 ton. 
(LKT/EGI/OSA/MAS/ MKN/SIR/THT/ANG)

  
Sumber: Kompas Jum'at 18 April 2008

No comments:

Recent Post