Saturday, March 29, 2008

Allah itu Maha Lucu

Oleh Nadirsyah Hosen

Syaikh Abdullah Darraz pernah berkomentar bahwa al-Qur'an itu bagaikan intan berlian, yg dipandang dari sudut manapun tetap akan memancarkan cahaya. Syaikh Abdullah Darraz ini adalah pen-tahqiq karya magnum opusnya Imam al-Syatibi, "al-Muwafaqat".

Kalau kita senang kotak-katik angka, maka al-Qur'an juga kita jadikan obyek kotak-katik untuk menyingkap cahaya al-Qur'an. Kalau kita bidangnya teknologi, maka kita mendekati cahaya al-Qur'an dengan pendekatan teknologi.

Saya sendiri orangnya senang bercanda, sehingga saya melihat Allah itu Maha Lucu. Banyak kisah lucu yang diungkap dalam al-Qur'an. Misalnya, Allah SWT memuji-muji Dawud sebagai hamba yang telah Allah berikan "kebijaksanaan dalam menyelesaikan perselisihan" (QS 38:20). Tetapi di ayat selanjutnya, Allah justru menyebutkan contoh betapa Dawud salah memutus perkara (38: 22-25) dan putusan Sulaiman lebih baik dari Dawud (21: 78).

Saya juga harus menyebutkan betapa lucunya Allah telah memilih Musa sebagai Nabi. Musa itu cadel, takut sama ular, dan pemarah [sampai-sampai tonjokan mautnya, accidentally, telah membunuh orang]. Lha kok orang yang biasa-biasa saja begini dipilih jadi Nabi.

Kisah lucu lain adalah ketika Zakariya yg terus menerus berdo'a agar diberi anak, begitu do'anya terkabul malah bingung dan seakan-akan nggak percaya. Dalam bahasa anak muda sekarang, Nabi Zakariya seakan- akan bertanya pada Allah, "Buktinya mmmaaannnaaaa???"

Isteri Nabi Ibrahim, Sarah, juga tidak punya anak. Ketika malaikat datang menemui Nabi Ibrahim dan memberitahu bahwa Sarah akan segera hamil. Sarah yg mendengar dari balik pintu malah tertawa (seakan-akan dia mau bilang, "is it a joke?").

Ada lagi Nabi yang kabur dari ummatnya, terus kalah dalam undian (nabi kok main undian? sudah gitu kalah lagi hehehehe) sehingga dibuang ke laut dan dimakan ikan. Tentu tahu dong Nabi siapa yang saya maksud :-)

Ada lagi Nabi yang kehilangan anaknya sampai kerjanya nangis melulu sehingga matanya buta (itu tuh bapaknya Nabi Yusuf). Nabi Yusuf sendiri "merekayasa" seolah-olah adiknya, Bunyamin, mencuri. Nabi kok merekayasa...:-)

Nabi Nuh juga nggak kalah lucunya. Masak beliau ber-kkn ria kepada Allah SWT agar anaknya diselamatkan dari banjir. Lalu apa jawab Tuhan, "Nehi la yauw...!" Nabi Ibrahim juga berbohong ketika ditanya, "Siapa nih yang menghancurkan berhala-berhala kami ini." Oalah..sang kekasih Allah ini bukannya ngaku eh malah menunjuk patung yang paling gede.

Nabi Sulaiman dan Ratu Bilqis juga seru dan lucu kisahnya. Nabi Sulaiman itu isengnya luar biasa...sampai-sampai Bilqis terpaksa menyingkap betisnya. Amboiii...

Aduuh...sebenarnya banyak sekali kisah-kisah lucu (seperti misalnya kisah malaikat Harut dan Marut). Al-Qur'an adalah khazanah kisah-kisah lucu yang luar biasa, sehingga saya tidak sabar untuk menceritakan kisah-kisah tsb sebagai pengantar tidur anak saya nantinya.

Apa yang saya ceritakan di atas semuanya ada dalam al-Qur'an. Jadi, dilarang marah...:-) :-) Saya memang gemar bercanda dan ternyata al-Qur'an mampu mengakomodir hobby saya tsb. Subhanallah!

Dalam munajat saya dengan Allah seringkali saya berseru, "Apa lagi kali ini canda-Mu Ya Rabb...Tak henti-hentinya Engkau ombang-ambingkan diriku untuk lebih bisa memahami rahasia-Mu"

Dan kemudian saya pun tertunduk malu karena dibalik "bercanda"-nya Allah tersimpan jutaan misteri ilahi yang tak sanggup saya pahami. Sampai sekarang.

Dr. Nadirsyah Hosen, PhD - Pakar Hukum Islam
Sumber: media.isnet.org

Friday, March 28, 2008

Membaca dan Selimut

Oleh Emha Ainun Nadjib

Kiai Sudrun berkata kepada cucunya, seorang sarjana yang tadi siang diwisuda.

"Di zaman dahulu kala terdapatlah makhluk yang bernama Kebudayaan Barat. Pada masa itu tak ada barang di muka bumi ini yang dikutuk orang melebihi kebudayaan barat sehingga ia dianggap sedikit saja lebih baik dari anjing kurap. Pada masa itu pula tak ada sesuatu pun dalam kehidupan yang dipuja orang melebihi kebudayaan barat sehingga terkadang ia melebihi Tuhan."

"Ini kisah aneh apa lagi?" bertanya sang cucu.

"Kaum Muslim pada waktu itu sedang mencapai puncak semangatnya untuk memperjuangkan agamanya, menemukan identitas dan bentukan kebudayaannya sendiri," si kakek melanjutkan, "Maka dipandanglah kebudayaan barat itu oleh mereka dengan penuh rasa najis, serta dipakailah barang-barang kebudayaan barat itu dengan penuh rasa sayang dan kebanggaan."

"Lagi-lagi soal kemunafikan! "

"Tak penting benar soal kemunafikan itu dalam kisah ini," jawab Kiai Sudrun, "setidak-tidaknya engkah sudah paham persis masalah itu, dan lagi yang
hendak aku ceritakan kepadamu adalah soal lain."

Sang cucu diam mendengarkan.

"Kaum Muslim pada waktu itu mempertentangkan Islam dengan kebudayaan barat seperti mempertentangkan cahaya dengan kegelapan atau malaikat dengan setan.Padahal sampai batas tertentu, para pelaku kebudayaan barat itu sendirilah yang dengan ketekunan amat tinggi melaksanakan ajaran Islam."

"Kakek sembrono, ah."

"Tak ada yang melebihi mereka dalam melaksanakan kewajiban iqra', meskipun kemudian disusul oleh sebagian bangsa-bangsa tetangganya. Tak ada yang melebihi mereka dalam kesungguhan menggali rahasia ilmu dan mengungkap kemampuan-kemampuan alam. Mereka telah membawa seluruh umat manusia memasuki keajaiban demi keajaiban. Mereka mengantarkan manusia untuk mencapai jarak tertentu dalam waktu satu jam sesudah pada abad sebelumnya mereka memerlukan perjalanan berbulan-bulan lamanya. Mereka mempersembahkan kepada telinga dan mata manusia berita dan pemandangan dari balik dunia yang berlangsung saat itu juga. Mereka telah memberi suluh kepada pengetahuan manusia untuk mengetahui yang lebih besar dari galaksi serta yang sejuta kali lebih lembut dari debu."

"Dimuliakan Allahlah mereka," sahut sang cucu.

"Benar," jawab kakeknya, "kalau saja mereka meletakkan hasil iqra' itu di dalam kerangka bismi rabbika-lladzi khalaq. Seandainya saja mereka
mempersembahkan ilmu dan teknologi itu untuk menciptakan tata hidup yang menyembah Allah. Seandainya saja mereka merekayasa kedahsyatan itu tidak untuk penekanan dalam politik, pemerasan dalam ekonomi, sakit jiwa dalam kebudayaan, serta kemudian kebuntuan dan keterpencilan dalam peradaban."

"Apa rupanya yang mereka lakukan?"

"Memelihara peperangan, mendirikan berhala yang tak mereka ketahui sebagai berhala, menumpuk barang-barang yang sesungguhnya tak mereka perlukan, pura-pura menyembah tuhan dan bersenggama dengan binatang."

"Anjing kurap!" teriak sang cucu.

"Memang demikian sebagian dari Kaum Muslim, memaki-maki, tapi kebanyakan dari mereka bergabung menjadi pelaku dari pembangunan yang mengarah kepada kebudayaan yang semacam itu."

"Munafik!" sang cucu berteriak lagi.

"Menjadi seperti kau inilah sebagian dari Kaum Muslim di masa itu. Dari sekian cakrawala ilmu anugerah Allah mereka mengembangkan satu saja, yakni kemampuan untuk mengutuk dan menghardik. Tetapi kemudian karena tak ada sesuatu pun yang berubah oleh kutukan dan hardikan, maka mereka pun pergi memencilkan diri: melarikan diri ke dalam hutan sunyi, mendirikan kampung-kampung sendiri - di pelosok belantara atau di dalam relung kejiwaan mereka sendiri. Mereka menjadi bala tentara yang lari terbirit-birit meninggalkan medan untuk menciptakan dunianya sendiri. Mereka ini mungkin kau sebut kerdil, tetapi sesungguhnya itu masih lebih baik dibandingkan kebanyakan orang lain yang selalu berteriak sinis 'Kalian sok suci!' atau 'Kami tak mau munafik!' sementara yang mereka lakukan sungguh-sungguh adalah kekufuran perilaku dan pilihan. Namun demikian tetaplah Allah Mahabesar dan Mahaadil, karena tetap pula di antara kedua kaum itu dikehendakiNya hamba-hamba yang mencoba merintis perlawanan di tengah medan perang. Mereka menatap ketertinggalan mereka dengan mata jernih. Mereka ber-iqra', membaca keadaan, menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan kesanggupan mengolah sejarah, sambil diletakkannya semua itu dalam bismi rabbi. Ilmu ditimba dengan kesadaran dan ketakjuban Ilahiah. Teknologi ditaruh sebagai batu-bata kebudayaan yang bersujud kepada Allah."

"Maka lahirlah makhluk baru di dalam diri Kaum Muslim," berkata Kiai Sudrun selanjutnya, "Gerakan intelektual. Orang dari luar menyebutnya
intelektualisme- transendental atau intelektualisme- religius, meskipun Kaum Muslim sendiri menyebutnya gerakan intelektual - itu saja - sebab
intelektualitas dan intelektualisme Islam pastilah religius dan transendental. "

"Dongeng kakek menjadi kering ...," sahut sang cucu.

"Itu iqra' namanya. Gerakan iqra', yang ketiga sesudah yang dilakukan oleh Muhammad dan kemudian para ilmuwan Islam yang kau ketahui menjadi sumber pengembangan kebudayaan barat."

Sang cucu tak memrotes lagi.

"Akan tetapi mereka, Kaum Muslim itu, adalah - kata Tuhan - orang-orang yang berselimut. Mudatstsirun. Orang-orang yang hidupnya diselimuti oleh berbagai kekuatan tak bismi rabbi dari luar dan dari dalam diri mereka sendiri. Selimut itu membuat tubuh mereka terbungkus dan tak leluasa, membuat kaki dan tangan mereka sukar bergerak, serta membuat hidung mereka tak bisa bernafas dengan lega."

Sang cucu tersenyum.

"Kepada manusia dalam keadaan terselimut itulah Allah berfirman qum! Berdirilah. Tegaklah. Mandirilah. Lepaskan diri dari ketergantungan dan
ketertindihan. Untuk tiba ke tahap mandiri, seseorang harus keluar terlebih dahulu dari selimut. Ia tak akan bisa berdiri sendiri bila terus saja
membiarkan diri terbungkus kaki tangannya serta terbungkam mulutnya."

Sang cucu tersenyum lebih lebar.

"Firman berikutnya adalah fa-andzir! Berilah peringatan. Lontarkan kritik, teguran, saran, anjuran. Ciptakan kekuatan untuk mengontrol segala sesuatu
yang wajib dikontrol." - Sampai di sini Kiai Sudrun tiba-tiba tertawa cekikikan - "Syarat untuk sanggup memberi peringatan ialah kemampuan untuk
mandiri. Syarat untuk mandiri ialah terlebih dahulu keluar dari selimut. Namun pada masa itu, cucuku, betapa banyak nenek moyangmu yang tak
memperhatikan syarat ini. Mereka melawan kekuasaan padahal belum bisa berdiri tegak. Mereka mencoba berdiri padahal masih terbungkus dalam selimut... " - tertawa Kiai Sudrun makin menjadi-jadi.

Disusul kemudian oleh suara tertawa cucunya, "Kakek luar biasa!" katanya, "Kakek memang cerdas luar biasa!"

"Apa maksudmu?" bertanya Kiai Sudrun di tengah derai tawanya.

"Kakek menirukan hampir persis segala yang kuceritakan kepada kakek tadi malam dari buku-buku kuliahku."

Mereka berdua tertawa terpingkal-pingkal.

sumber: iisb@yahoogroups.com

Thursday, March 27, 2008

Membongkar Hegemoni Beras

Oleh Wahyudi Djafar*


Beberapa hari ini media ramai dengan berita naiknya harga beras dunia dan harga kebutuhan pokok lain. Kenaikan harga minyak dunia yang melonjak tajam menjadi alasan pembenar sekaligus kambing hitam dari serangkaian kenaikan harga pangan tersebut.

Namun,meski fluktuasi ekonomi global memiliki pengaruh signifikan terhadap situasi ekonomi dalam negeri,sebagai imbas dari globalisasi, atau pengintegrasian ekonomi nasional dengan struktur global, kita juga tidak boleh menaifkan pengaruh dari dalam negeri. Pangan mempunyai nilai strategis dan vital untuk menggerakkan aktivitas pembangunan suatu negara, baik infrastruktur maupun suprastruktur.

Pangan tidak sekadar menjadi komoditas yang memiliki nilai ekonomi semata, akan tetapi telah menjadi suatu komoditas bernilai politis pula. Defisit neraca pangan dapat berakibat luas pada stabilitas sosial, ekonomi, dan politik,seperti halnya beras di Indonesia yang sejak lama telah menjadi komoditas politik penguasa.

Politisasi beras di Indonesia terjadi sejak masa penjajahan Belanda, ketika pemerintah kolonial berkepentingan mendapatkan tenaga buruh murah, untuk dipekerjakan di perkebunan untuk komoditas ekspor. Harga beras senantiasa ditekan serendah mungkin agar masyarakat bisa dengan mudah diserap tenaganya sebagai pekerja perkebunan.

Bahkan ketika terjadi krisis beras pada 1863, pemerintah kolonial berinisiatif menghapuskan bea masuk impor beras dengan tujuan menjaga ketersediaan tenaga buruh murah. Pada masa Jepang, intensifikasi pertanian beras mulai dilakukan dengan memperkenalkan varietas padi baru bagi petani Jawa.

Namun, intensifikasi pertanian beras itu hanya untuk memenuhi kebutuhan perang bala tentara Jepang. Pada masa awal kemerdekaan, selain diliputi semangat untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyat,politisasi beras juga tak lepas dari kebijakan kekuasaan. Soekarno berusaha keras melakukan upaya pemenuhan pangan masyarakat. Langkah taktis yang dilakukan yaitu dengan cara memasukkan beras sebagai komponen gaji bulanan pegawai negeri dan tentara.

Tindakan ini diambil demi memproteksi kekuasaannya dengan mengambil hati para aparat negara. Ketika Soekarno runtuh dan digantikan pemerintahan Soeharto, persoalan pangan menjadi hal utama dan pertama.

Di awal berdirinya Orde Baru, kondisi pangan dalam negeri tengah mengalami keterpurukan mendalam,sebagai imbas dari gagal panen yang dialami petani akibat kemarau berkepanjangan, inflasi membubung tinggi,kelangkaan bahan pangan; pemerintah Soeharto terpaksa mengimpor beras hingga angka 9%.

Sebagai upaya jangka panjang, pemerintah mencanangkan program revolusi hijau yang merupakan desakan dari negara-negara maju. Revolusi Hijau menjadi jargon politik untuk melawan derap revolusi merah yang makin mewabah di negaranegara terbelakang.

Tujuan dari program ini adalah melipatgandakan produksi beras secara massif dengan mengandalkan asupan kimia dan biologi, selain prasyarat kelancaran irigasi dan kultur bercocok tanam tanpa harus mengubah bangunan sosial pedesaan. Untuk memajukan program ini, pemerintah melakukan pengawasan secara ketat terhadap pertanian rakyat.

Petani dipaksa untuk menggunakan cara-cara pertanian modern yang sarat dengan mekanisme kimiawi, dari mulai benih, pupuk, hingga obat tanaman semuanya harus dibeli dari perusahaan besar milik asing. Sumber daya dan unsur-unsur kearifan tani tradisional ditinggalkan.

Upaya penyeragaman pangan semakin diperkuat dengan keluarnya UU No 5/1979 tentang Pemerintahan Desa yang kian mempersempit ruang aktualisasi masyarakat desa. Buah dari revolusi hijau memang dinikmati oleh bangsa Indonesia karena mampu menjadi negara yang berswasembada beras pada 1985,1986,1987,1988,1990.Soeharto memperoleh penghargaan dari FAO. Namun revolusi hijau harus dibayar mahal oleh pemerintah Orde Baru.

Program ini yang pada mulanya dianggap tidak akan mengubah struktur sosial secara radikal seperti halnya program land reform,justru kian membuat timpang struktur sosial di pedesaan. Petani pemilik lahan (farmer) menjadi sangat kaya raya, sementara petani penggarap (peasant) kian mengalami keterpurukan.

Diversifikasi pangan yang tak berjalan karena perhatian tersedot pada upaya pemajuan beras.Ditambah lemahnya struktur mikro di pedesaan, hal itu mengakibatkan Indonesia kembali menjadi negara net-importer pangan. Bahkan di akhir Soeharto berkuasa, pada 1998, tingkat impor beras Indonesia kembali pada angka 9%.

Serangkaian peristiwa sejarah yang pernah terjadi di Indonesia,memberikan pengetahuan betapa kuatnya politisasi beras di Indonesia. Ketika suatu rezim berkuasa sudah tidak lagi mampu menyediakan beras murah bagi massa rakyatnya, akan terancam pula eksistensi rezim tersebut. Hal ini dibuktikan dengan runtuhnya rezim Soekarno dan Soeharto.Beras mampu menjadi penggerak bangkitnya people power.

Karenanya,demi menurunkan tingkat politisasi beras, pangan harus segera didiversifikasi. Rezim SBYKalla yang mencanangkan program revitalisasi pertanian, bukan program swasembada beras seperti rezim-rezim sebelumnya, seharusnya menjadi tonggak bagi pemerintah memassifkan program diversifikasi pangan, tidak malah kembali terjebak dalam dominasi politisasi beras.(*)

*) Wahyudi Djafar
Peneliti pada Saqifa Institute For ECOSOC Rights Yogyakarta

Sumber: Koran Sindo Selasa, 25/03/2008

Sunday, March 16, 2008

Nabi Muhammad dan Amar Makruf

* Oleh A Mustofa Bisri


DARI Alquran dan berbagai riwayat hadis, kita mendapat pemerian yang jelas tentang pribadi Nabi Muhammad SAW. Secara garis besar, Allah menyebut utusan terakhir-Nya itu sebagai alaa khuluqin azhiim (QS 68: 4), berada pada adab yang agung.

Adab yang agung, kata mufassir, adalah Alquran. Ini sesuai dengan pemerian sayyidatinaa Aisyah, istri terkasih Rasulullah sendiri, yang menyatakan bahwa akhlak beliau adalah Alquran (khuluquhul-Quran).

Agak lebih rinci, Alquran menyebutkan bahwa Nabi Muhammad adalah rasuulun min anfusikum, aziizun alaihi maa anittum, hariishun alaikum, bil mu’miniina rauufun rahiim (QS 9: 128). ”Utusan Allah dari antara kalian sendiri yang tidak tahan oleh penderitaan kalian, yang penuh perhatian terhadap kalian, dan kepada orang-orang mukmin sangat mengasihi dan menyayangi.”
Terjemahan harfiah dari ‘aziizun ‘alaihi maa ‘annittum, seperti disebutkan dalam Alquran dan Terjemahannya versi Depag, adalah ” berat terasa olehnya penderitaanmu”. Saya terjemahkan bebas sebagai ”tidak tahan oleh penderitaan kalian”.

Maksudnya, salah satu sifat Rasulullah ialah tidak tegaan terhadap umatnya. Dengan kata lain, beliau sangat tidak ingin ada umatnya yang menderita. Beliau ikut pucat bila melihat orang yang kelaparan, dan ikut menangis kalau melihat orang yang kesusahan.

Penuh Perhatian
Itu pula sebabnya, wallahu a’lam bish-shawaab, Nabi Muhammad begitu semangat dan giat melakukan amar makruf (menyuruh berbuat kebaikan ) nahi munkar (mencegah perbuatan mungkar). Karena hanya dengan berbuat makruf dan meninggalkan kemungkaranlah, hamba Allah bisa selamat dari penderitaan, terutama di kehidupan abadi kelak.

Ini artinya, Nabi Muhammad memang penuh perhatian dan memiliki kecintaan serta kasih sayang yang mendalam terhadap umatnya (hariishun ‘alaikum, bil mu’miniina rauufun rahiim).

Bercermin pada amar-makruf dan nahi-munkar yang dicontohkan Rasulullah, kita menjadi tahu bahwa amar-makruf dan nahi-munkar yang sejati muncul dari hati yang mencinta dan menyayangi. Tidak mungkin timbul dari hati yang penuh kebencian.

Di samping itu, amar-makruf dan nahi-munkar juga mensyaratkan adanya pengetahuan yang bersangkutan tentang kemakrufan dan kemungkaran, serta amaliyahnya sendiri baik dan tidak mungkar. Tidak kalah penting, amar-makruf dan nahi munkar haruslah dilakukan secara makruf.

Amar-makruf dan nahi-munkar yang dilakukan Nabi Muhammad, yang kemudian menjadi budaya di kalangan masyarakat salaf yang saling mencintai dan menyayangi, terbukti telah berdampak positif dalam tatanan kehidupan di dunia ini. Padahal tujuan akhirnya ialah keselamatan dan kesejahteraan hidup di akhirat kelak.

Untuk bisa sedikit membayangkan seperti apa kira-kira amar-makruf dan nahi-munkar-nya Nabi Muhammad, marilah saya nukilkan satu ayat Alquran dan beberapa hadis sahih (riwayat Bukhari / Muslim) tentang perangai beliau.

Allah berfirman kepada Rasul-Nya SAW: ”Fabimaa rahmatin minaLlahi linta lahum” (QS 3: 159). Artinya, ”Maka sebab rahmat dari Allahlah engkau lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau kasar dan berhati kejam, niscaya mereka akan lari menjauhimu.”

Guru yang Memudahkan
Menurutnya sahabatnya, Abdullah Ibn ‘Amr, Nabi Muhammad tidak kasar dan tidak bicara kotor. Beliau pernah bersabda, ”Sesungguhnya termasuk orang-orang terbaik kalianlah orang yang paling baik budi pekertinya”.
Menurut Aisyah, Rasulullah tidak pernah diberi pilihan antara dua perkara, kecuali beliau akan memilih yang lebih mudah atau ringan, asalkan tidak merupakan dosa. Jika merupakan dosa, maka beliau adalah orang yang paling jauh dari padanya.

Nabi Muhammad tidak pernah marah dan membalas untuk dirinya sendiri. Kecuali apabila kehormatan Allah diinjak-injak, maka beliau akan marah dan membalasnya demi Allah.

Dari sahabat Jabir Ibn Abdillah, dalam sebuah hadis panjang, Rasulullah SAW antara lain bersabda, ”Sesungguhnya Allah tidak mengutusku sebagai penekan yang memberatkan orang, tapi sebagai guru yang memudahkan”.

Nah, dalam rangka memeringati Maulid Nabi Muhammad (27 Rajab 1429 H; 20 Maret 2008), ada baiknya kita sejenak bercermin dan merenungkan apa yang sudah dicontohkan dan diajarkan beliau, utamanya yang berkaitan dengan kemaslahatan hidup bersama. Satu dan lain hal untuk menghidupkan kembali kehidupan guyub, saling mengingatkan dan saling meluruskan atas dasar kasih-sayang di antara kita. (32)

–– KH A Mustofa Bisri, budayawan, pimpinan Pondok Pesantren Raudlatut Thalibien, Rembang.

sumber: suaramerdeka.com

INDONESIAN AGRICULTURE DEVELOPMENT PLAN (2005-2009)

INTRODUCTION

After the 1998-1999 economic crisis, the agriculture sector is now in a phase of accelerated growth.

Agricultural sector is a prime mover of national and most of regional economic development through its role in GDP’s growth and export earning, providing food and raw material for industry, creating job opportunity and increasing income for the people.

The agriculture sector has proven to be more resistance to external shock than other sectors.

The agriculture sector has been playing a role as a buffer of the national economy, particularly in supplying food, export earning, job opportunity and poverty alleviation.

To maintain program sustainability and to keep growth momentum as well as utilize development result, agricultural development program and activities plan is formulated.


II. AGRICULTURAL DEVELOPMENT

1.1. Performance 2000-2004

Agricultural Sector Performances

a. GDP Growth :
1983-1997 (before crisis) : 1.57 % per annum
1998-1999 (during crisis) : 0.88 % per annum
2000-2003 : 1.83 % per annum
2003-2004 : 3.23 percent

b. Agricultural Production

Productions of paddy, corn, groundnut, cassava and sweet potato have increased by 0.53, 3.38, 3.22, 2.81 and 2.35 % per annum.

Production of Soybean has decreased by 18.48 percent per annum.
Paddy production:54.06 million tons (increase by 3.69 %) Corn: 11.16 million tons (2.54 %); Soybean : 721 thousand tons (7,40 %); Cassava : 19,263 million tons (3.99 %); Sweet potato has decreased by 5.13 %

During the same period
2000-2003 : growth rate of broiler and layer were 23.4 and 10.27 % per annum, respectively

During crisis those commodities had experienced contraction of 28.23 % and 8.92 % per annum respectively.

C. Export and Import

1995-1997
The average export value was US $ 5.1 billion
Average import value was US $ 4.6 billion
Average balance of payment surplus of US $ 0.5 billion
1998-1999
Import had been drastically declined, in such the average balance of payment surplus of US $ 1.4 billion

2000-2004
Export has been increasing so that balance of payment surplus has reached US $ 2.2 billion

June 2004
Import value of paddy had been decreasing from 1.4 million tons ( US $ 291 million) to only 0.17 million tons (US $ 0.4 million).
Import value of corn had been decreasing from US $ 160 million to only US $ 80 million.
Import value of soybean has been increasing from US $ 370 million in 2003 to be US $ 383 million in 2004.

d. Farmers Welfare
In 1998, multi dimensional crisis caused the increased of number of poverty to 26 % (32 million persons) of rural population and 22 % (18 million persons) of urban population.
In 2004, number of poverty has drastically decreased to 19.5 % (25 million persons) of rural population and 12.6 % (13 million persons) of urban population.
Absolute number of poor farm household had been decreasing from 26 million persons in 1999 to 20.6 million persons in 2002.

e. Food Security
In 2003, food import dependency (calorie) was in the range of 0 percent for poultry meat, eggs, sweet potato and cassava to 2.2 percent for rice.

The higher import dependency was for sugar 1.69 percent, soybean 1.51 percent and corn 1.25 percent.

The higher import dependency was for sugar 1.69 percent, soybean 1.51 percent and corn 1.25 percent.

Thus, in general national food security is strengthened.
Food security at household level

Energy supply, having significantly declined from 2002 cal/capita/day in 1996 to 1852 cal/capita/day.
In 2002, energy supply has significantly increased to 1986 cal/capita/day.

Protein supply, having declined from 54.41 gram/capita/day in 1996 to 48.67 gram/capita/day in 1999, protein supply was then increased to 54.42 gram/capita/day in 2002.

The above performance is among other due to contribution of various policies, programs and activities implemented by all institutions under the Ministry of Agriculture, supported by various related institutions and stakeholders in general.

2.2. Implementation of Agricultural Development Management
Development reformation which demands good governance, requires agricultural management adjustments.

The adjustment of development planning mechanism is shifted from top-down planning to be based on top-down policy and bottom-up planning integration.

Before decentralization era, agricultural development planning process was carried out by central, was mechanistic and less participative

Agricultural development program and budgeting break down is formulated in line with government by providing more opportunity for the community to participate

Monitoring and evaluation system (MES)

MES is established as an instrument of program implementation control.

MES does not evaluate physical and financial substances aspects only, but it also covers performance in line with evaluation standard using logical framework performance (input, output, outcome, benefit and impact).

EMS is designed to be compatible to formulate government institution performance report (LAKIP).

III. STRATEGIC ENVIRONMENTS

3.1. Changes on Strategic Environment

a. International Changes on Strategic Environment
(1) Liberalization and Unfair International Trade
Awareness of international trade role for the benefit of community welfare has stimulated various neighboring countries establish regional economic cooperation body which has an interest to build common strong economic.

Through economic integration, it is hoped that trade barriers either in the form of tariff or non-tariff barriers among the members can be reduced or eliminated, so that trade mobility of goods and services as well as investment among countries within the area become borderless.


After ratifying General Agreement on Tariff and Trade and World Trade Organization
Indonesia has to follow the rule that has been ratified.

Indonesia has reduced all of agriculture commodities import tariff.

Commitment to abolish economic and trade policies which distorted market, in fact were not followed by all countries.

Indonesian farmers faced unfair competition with other countries’ farmers who were protected through tariff and non-tariff as well as indirect and direct subsidy.

Government has to apply protection subsidy while at the same time promote strategic agricultural products such as rice, sugar, corn and soybean.

Protection policy that could be implemented, among others: application of import tariff and import management, production input subsidy, output price regulation and interest subsidy for farming credit scheme.

For promotion policy
Government facilitates efforts to improve productivity, business efficiency and quality; as well as agricultural product standardization and increasing market access through promotion activities both in domestic and abroad.

(2) Production system and management change
A radical change in market structure and job opportunity which have an implication on the new market formation :
Basic human need will be fulfilled and people preferences have shifted to secondary and tertiary needs, so that the future tendency is that services market will grow faster than goods market;

People income will be higher, which in turn they will prioritize their satisfactory needs, so that market segmentation will move toward smaller individual groups
Shifting in demand among individual in the same goods and services market.

Strong competition to obtain market share
Businessmen will develop Supply Chain Management (SCM), which integrate all business actors from all segments of supply chain vertically into joint business (cooperation) based on agreement and standardization of specific process and product for every supply chain.

Key of product competitiveness among supply chain is efficiency on every supply chain segment and functional relation among segments in maintaining consistency of every actor in filling agreement and standard use.
Vertical integration among supply chain segments and horizontal integration among actors within one segment, for instance integration among producers, integration among distributors, and integration among collectors within one same supply chain, are needed.

International agreement on protection to intellectual property right (IPR)

Domestic enterprises which use foreign IPR and trade mark have to pay for royalty based on mutual agreement.

Multi-national enterprises will expand to domestic market, either through direct investment or franchising

Franchising and trade mark leasing in the field of domestic consumption product, such as fried chicken and hamburger will increase consumption pattern change and create tight competition with national original products.

Franchising and trade mark leasing could benefit in increasing agricultural product market share and competitiveness
It has also positive impact for the development of domestic agribusiness.

(3) Strengthening Food Security and Poverty Alleviation
One important commitment of Rome Declaration in 2002 is emphasized on the importance of agriculture and rural development in eliminating poverty and hunger.
Agricultural and rural development plays a key role in strengthening food security, because 70 percent of the poor in the world are living in the rural and engage in agriculture sector.

Poverty alleviation and hunger elimination can only be done through rural and agriculture development sustainability which could increase agriculture productivity, food production and people purchasing power.

(4) Progress in Technology Invention and Application
The fast progress is occurred in the field of crops and animal biotechnology which is supported by progress of biology molecular science.

Success of transformation and organism regeneration of genetically modified organism (GMO) have opened opportunity for the germ source based industrial development.

The utilization of GMO in relation to food security and food safety is still controversial.

The absent of strong and convincing conceptual and empirical knowledge has resulted in hesitation of decision maker to apply GMO.

Most countries apply permissive policy or precautionary policy to the use of GMO.
This controversy has caused difficulties for developing countries, in facing the pressure from donor countries, organization and multinational cooperation related to the use of GMO.

In the field of agriculture equipment and machinery, to face competition, robotic farming machinery has been developed.

In the field of post harvest, advanced technology such as product quality sensing without damaging product by using image analyzer for high commercial value agricultural product has also been developed.

Fast expansion of using satellite in the data collection, including Geographical Information
System (GIS), could be used in land use planning research related to agricultural commodities distribution and production, natural resource management as well as poverty alleviation.

b. National Changes on Strategic Environment

(1) Demand for Food and Industry Raw Material
Increasing demand for agricultural products, in term of quantity, quality and diversity
Increasing labor force
Increasing demand for land for non-agriculture use (residential, industrial, economic infrastructure)

Land fragmentation and declining acreage landholding per household which in turn will increase poverty in agricultural sector in the future.
The economic gap between rural-urban is remaining high

Number of poor people in the rural remains higher than urban people
This condition provides our understanding that poverty and vulnerable problems handling in the next 5 years remain to be the main priority.

(2) Natural Resources Scarcity and Quality Degradation

Main problems faced in the agricultural development are:
Land conversion
Land rent gap among regions (Java vs. outside Java; urban vs. rural, paddy land vs. dry land)
High rate of urbanization growth

Due to decreasing paddy field in down stream area, while the number of farmers increasing, has stimulated increasing farming intensity in up-stream area, and has caused river basin quality degradation.

Declining irrigation canal efficiency has caused food productivity leveling off in paddy field.
Combined impact of decreasing arable land and irrigation canal efficiency has caused declining national food production capacity.


(3) Development Management: Regional Autonomy & People Participation
The dominant government role in the past has shifted to only become facilitator, stimulator and promoter of agricultural development.

Agricultural development during the regional autonomy era will depend on the people creativity in each region.

Policy formulation process will also change from top down and centralistic toward bottom-up and decentralized approach.

Total reformation demands governmental institution reconstruction based on good governance principles with three main characteristics, i.e., credibility, accountability, and transparency.

Development policy democratization and KKN prevention through good governance will reduce high economic cost and market distortion (monopoly) due to policy blunder.
Economy will be more efficient while business growth will be based on real competitiveness rather than due to government protection and support.

3.2. The Problems
Scarcity and Declining Natural Resources Capacity

Weak and Inappropriate Target of Technology Transfer System
Inadequate Access to Business Services, Particularly Capital

Long Marketing Chain and Unfair Marketing System
Low Quality, Mentality and Skill of Farmers
Weak Farmers Institution and Bargaining Position
Macro Economic Policy, Which is not yet Supporting Agriculture

3.3. The Challenges
Optimization of Agricultural Resources Uses
Food Security Improvement and Provision Industrial Raw Materials

Reducing Unemployment and Alleviating Poverty
Implementation of Sustainable Development

Trade Globalization and Investment
Agro-industry Development up to the Village Level

Central and Regional Program Synchronizations Inline with Regional Autonomy
Good Governance

3.4. The Targets

There are three main targets of agricultural development which must be reached in the next five years namely:

the improvement of national food security covering improvement of production capacity of agricultural commodities and decreasing the dependency to food import around 5-10 percent of domestic demand

the improvement of value added and competitiveness advantage of agricultural commodities covering the improvement of the qualities of agricultural products, the improvement agricultural product processing diversification and the increase export and export surplus of agricultural product

the improvement of farmer welfares covering the increased on labor productivity in agricultural sector and lower poverty incidences.

a. Specific target GDP according to sub sector is as follows
Food crops sub sector GDP will increase from RP 77.0 trillion in 2005 to RP 79.0 trillion in 2009.
Horticulture sub sector GDP will increase from RP 46.0 trillion in 2005 to RP 53.0 trillion in 2009.

Estate crops sub sector GDP will increase from RP 48.0 trillion in 2005 to RP 61.0 trillion in 2009.

sub sector GDP will increase from RP 28.0 trillion in 2005 to RP 33.0 trillion in 2009.

b. Investment
In the period of 2005-2009, with GDP target as mentioned previously, agricultural sector needs investment of RP 77.07 trillion or RP 14.40 trillion per year.

Food crops sub-sector needs investment of RP 30.05 trillion or RP 5.08 trillion per year on the average.

Horticulture of RP 9.92 trillion or RP 1.98 trillion per year on the average
Estate crops of RP 20.52 trillion or RP 4.10 trillion per year on the average and livestock of RP 16.12 trillion or RP 3.22 trillion per year on the average.

c. Employment Creation
In the period of 2005-2009, labor absorption on agricultural sector is projected to increase from 41.3 million peoples in 2005 to 44.5 million in 2009.

Labor absorption in agricultural sector in 2005 is greater than that of 2004 which reached 39 million peoples.

Job opportunities created by agricultural sector in 2009 will be 97.47 percent of job opportunities in agricultural sector

d. Food Securities
In the period of 2005-2009, the growth of food crops production is projected to increase around 0.35 - 6.50 percent per year.

Production of paddy will increase from 55.03 million tons in 2005 to 57.71 million tons in 2009.
Corn production will increase from 11.82 million tons in 2005 to 13.97 million tons in 2009.
Soybean will increase from 777 thousand tons in 2005 to 1.0 million tons in 2009.

Groundnut production will increase from 832 thousand tons in 2005 to 850 thousand tons in 2009.
Cassava will increase from 19.57 million tons in 2005 to 19.90 million tons in 2009.
Sweet potato production will increase from 1.88 million tons in 2005 to 1.91 million tons in 2009.

In the 2005-2009 period, horticulture production is projected to increase around 2.74 - 8.96 percent
Potato will increase from 1.05 million tons in 2005 to 1.21 million tons in 2009.

Chili production will increase from 1.1 million tons in 2005 to 1.24 million tons in 2009.
Shallot production will increase from 819 thousand tons in 2005 to 1.1 million tons in 2009.

Cabbage production will increase from 1.4 million tons in 2005 to 1.61 million tons in 2009.
Tomato production will increase from 730 thousand tons in 2005 to 873 thousand tons in 2009.
Carrot production will increase from 373 thousand tons in 2005 to 438 thousand tons in 2009.

Production of fruits
Banana will increase from 4.53 million tons in 2005 to 6.07 million tons in 2009.

Mango production will increase from 1.68 million tons in 2005 to 2.23 million tons in 2009.
Orange production will increase from 1.62 million tons in 2005 to 1.84 million tons in 2009.

Durian production will increase from 824 thousand tons in 2005 to 1.15 million tons in 2009.

Papaya production will increase from 665 thousand tons in 2005 to 848 thousand tons in 2009.

Pineapple production will increase from 739 thousand tons in 2005 to 932 thousand tons in 2009.

Avocado production will increase from 298 thousand tons in 2005 to 390 thousand tons in 2009

Estate crops production is projected to increase around 0.79 - 7.09 percent per year

Palm oil will increase from 13.15 million tons in 2005 to 16.74 million tons in 2009.
Natural rubber production will increase from 1.95 million tons in 2005 to 2.34 million tons in 2009.

cocoa production will increase from 637 thousand tons in 2005 to 778 thousand tons in 2009.
Coffee production will increase from 753 thousand tons in 2005 to 892 thousand tons in 2009.

Coconut production will increase from 3.29 million tons in 2005 to 3.39 million tons in 2009.
Pepper production will increase from 101 thousand tons in 2005 to 130 thousand tons in 2009.

Production of seasonal crops
Tobacco will increase from 234 thousand tons in 2005 to 307 thousand tons in 2009.

Sugarcane production will increase from 2.16 million tons in 2005 to 2.85 million tons in 2009.
Livestock production is projected to increase around 0.08-10.25 percent per year

Beef meat will increase from 392 thousand tons in 2005 to 441 thousand tons in 2009.
Buffalo meat production will increase from 46 thousand tons in 2005 to 47 thousand tons in 2009.

Horse meat production will increase from 1,598 tons in 2005 to 1.604 tons in 2009.
Goat meat will increase from 71 thousand tons in 2005 to 77 thousand tons in 2009.

Lamb meat production will increase from 87 thousand tons in 2005 to 98 thousand tons in 2009.

Pork meat production will increase from 191 thousand tons in 2005 to 209 thousand tons in 2009.

Poultry meat will increase from 1.52 million tons in 2005 to 2.01 million tons in 2009.
Egg production will increase from 1.14 million tons in 2005 to 1.60 million tons in 2009.
Milk production will increase from 657 thousand tons in 2005 to 971 thousand tons in 2009.

The agricultural development target for 2005-2009
Food consumption diversification shall consider Balanced Dietary Pattern (BDT):
Increasing food consumption diversification.

Decreasing dependency at one specific staple food. (BDT) target in 2009 is 96.6 percent.
BDT: grain 52.6 %, oil and fat 10 %, tuber 5.7 %, animal source food 11.2 %, oily seed 3 %, pulses 4.8 %, sugar 5 %, vegetable and fruit 5.7 %, and other food sources 3 %.

e. Value Added and Competitiveness
Agricultural trade balance is projected to increase from US $ 3.9 billion in 2005 to US $ 7.7 billion in 2009 or increase by 17.11 percent per year.

The total foreign currency obtained from agriculture sector is projected to increase from US $ 7.8 billion in 2005 to US $ 12.3 billion in 2009.
On the period of 2005-2009, it will increase the production efficiency reflected by decreasing the growth of production cost per unit by 5 percent per year.

f. Farmers Welfare
In the period of 2005-2009, labor productivity on agricultural sector is projected to increase from RP 4.80 million in 2005 to RP 5.08 million per capita per year or increase by 1.4 percent per year on the average.
The percentage of poor people in rural areas will decrease from 18.90 percent in 2005 to 15.02 percent in 2009

IV. STRATEGY AND POLICY

4.1. National Medium-term Development Plan:
(1) Agricultural revitalization
(2) The improvement of investment and non-oil export
(3) Macro economic stabilization
(4) Poverty alleviation
(5) Rural development
(6) Improvement of natural resources and environment management

Agricultural revitalization is directed to increase:
The ability to produce rice domestically around 90-95 percent of total demand
Food production and consumption diversification
Food availability from animal sources
Value added and agricultural production competitiveness
Production and export of agricultural commodities

4.2. General Strategies
To Bring About Clean Development Management, Transparent and Free From KKN (Corruption, Collusion and Nepotism)
To Improve Coordination in Preparing Policies and Agricultural Development Management
To Expand and Utilize Production Bases Sustainable
To Improve Institutional Capacities and Empower Agricultural Human Resources
To Improve the Availability of Agricultural Infrastructure
To Improve Innovation and Dissemination of Appropriate Technology
To Promote and Protect Agricultural Commodities

4.3. The Policies Directions
There are strategic policies which need to be stressed and need immediate action are:
Conducive macroeconomic policies, i.e. low level of inflation, stable exchange rates, and positive real interest rates.
Agricultural infrastructure development covering development and rehabilitation of irrigation systems, agricultural land expansion, especially in out of Java, prevention of land conversion especially in Java, development of farm roads, and other infrastructures.
Financing policies to develop financial institution primarily serving agricultural sector, micro financial institution, syariah financial scheme, and others.
AGRICULTURAL DEVELOPMENT PLAN OF REPUBLIC OF INDONESIA 2005-2009 (Summary)

Trade policies which promote market activities both for domestic and export. In addition to protect agricultural sector from world market competitions, we need: (a) to promote the concept of strategic products (SP) in WTO forum; (b) Tariff application and non tariff barrier for rice, soybean, corn, sugar, some horticultural products and livestock
Industrial development policies which is stressed to increase value added and farmer’s income.
Conducive investment policy to stimulate more investment in agricultural sector.

Development budget prioritized for agricultural sector and its supporting sectors.
Regional government attention to agricultural development which covering: agricultural infrastructures, empowering agricultural extension, institutional development on agriculture, eliminating various impediments (tax, fees) which can reduce the agricultural sector competitiveness, and providing sufficient regional budget allocation.

Thursday, March 13, 2008

Keberpihakan Pemerintah pada Peternak

Oleh : Joni Murti Mulyo Aji*

Asosiasi Pedagang Daging (APD) barangkali merasa lega karena salah satu tuntutannya menghilangkan monopoli perdagangan dan sapi impor dikabulkan pemerintah. Menyusul demo yang dilakukan oleh APD se-Jabodetabek beberapa hari lalu, Departemen Pertanian akhirnya memberikan lampu hijau pada dua perusahaan untuk mengimpor daging sapi dari Amerika Serikat ke Indonesia dalam waktu dekat.

Diperkirakan selambat-lambatnya April mendatang 4.000 ton daging asal AS sudah sampai di Tanah Air. Meski sudah saya perkirakan arah kebijakannya akan demikian, saya sempat sedikit kaget karena ini bertentangan dengan pernyataan Menteri Pertanian (Mentan) Anton Apriyantono yang disampaikan sehari sebelumnya.

Mentan menyatakan impor daging kita tahun lalu hanya sebesar 28 persen sehingga secara umum pasokan daging tidak akan terganggu karena masih tingginya daging lokal. Lantas, bagaimana nalarnya jika pasokan daging tidak terganggu, kemudian harus memaksakan diri mengimpor daging dari AS?

Kalau melihat kronologinya, kita akan paham mengapa akhirnya pemerintah memutuskan mengizinkan impor daging sapi dari AS. Sejatinya sejak pertengahan Desember tahun lalu sudah bergulir wacana mencabut larangan impor daging sapi dari AS. Alasannya, pelaku industri daging menganggap pembatasan impor membuat industri daging dalam negeri mengalami kekurangan bahan baku sehingga mengalami penurunan kinerja.

Kekurangan bahan baku ini membuat industri daging olahan kalah bersaing dengan industri sejenis dari negara-negara tujuan ekspor. Asosiasi Pengimpor Daging Indonesia (Aspidi) bahkan telah mengusulkan dicabutnya larangan impor dari AS jauh-jauh hari sebelum wacana itu bergulir di tingkat eksekutif. Terakhir, awal Januari lalu pemerintah kembali menegaskan untuk mencabut larangan impor daging sapi dari Amerika Serikat.

Meski demikian, peternak dan penggiat peternakan terang-terangan menolak rencana tersebut. Mereka khawatir, impor dari AS akan berdampak pada turunnya harga daging sapi dan menyebabkan hancurnya peternakan dalam negeri. Dikhawatirkan akan menimbulkan ketergantungan terhadap impor dalam jangka panjang.

Setelah sempat tenggelam beberapa saat, isu pencabutan larangan impor sapi dari AS kembali mencuat setelah demo yang dilakukan APD menuntut. Mereka mendesak pemerintah menghilangkan monopoli perdagangan serta daging impor.

Jika ditilik dari rentetan peristiwanya, tidak salah bila ada yang mengaitkan demo tersebut dengan rencana pemerintah. Tak mengherankan akhirnya larangan impor sapi dari AS benar-benar dicabut.

Tak ada keberpihakan
Realisasi pencabutan larangan impor daging sapi dari AS benar-benar menggambarkan betapa pemerintah tidak berpihak kepada peternak. Kekhawatiran peternak bahwa impor daging dari AS akan berdampak buruk bagi usaha mereka bukan tanpa alasan.

Dengan struktur industri peternakan yang didominasi oleh peternak skala kecil, tentu sangatlah berat bagi peternak kita bersaing dengan peternak AS yang umumnya berskala besar. Apalagi, kebanyakan negara maju akan melakukan segala upaya untuk penetrasi pasar ekspor.

Sering untuk meningkatkan daya saing atau membuat produk lebih murah, mereka tak segan-segan memberikan subsidi terhadap industri yang dinilai memiliki potensi ekspor. Inilah yang menyebabkan industri pertanian (termasuk peternakan) di negara sedang berkembang sulit bersaing dengan negara maju.

Selain itu, untuk menjamin kelangsungan suatu industri pertanian, kebijakan impor seharusnya juga seiring dengan kebijakan karantina. Pemerintah sepertinya sudah lupa kejadian tahun 2004 ketika 141 kontainer importasi hewan dan produk turunannya disita oleh Bea dan Cukai, 48 delapan di antaranya berasal dari AS.

Pemerintah menolak impor daging dari AS menyusul ditemukannya satu kasus penyakit sapi gila (Bovine Spongiform Encehalopathyl/BSE) di Amerika Serikat pada Desember 2003. Pemerintah juga seakan tak ingat betapa wabah sapi gila di Inggris awal 1990-an yang meluluhlantakkan industri peternakan di Inggris tersebut.

Seharusnya pemerintah sadar akan risiko dan kerugian yang harus ditanggung jika wabah itu benar-benar terjadi di Indonesia. Seperti flu burung, penyakit sapi gila merupakan penyakit yang sangat berbahaya karena dapat ditularkan pada manusia. Penyakit yang disebabkan oleh virus ini bisa mengakibatkan kerusakan otak dan tulang belakang pada sapi.

Pada manusia varian dari penyakit ini disebut sebagai Creutzfeldt-Jakob Disease (vCJD). Secara keseluruhan sampai saat ini sudah ditemukan tiga kasus BSE dan tiga kasus vCJD di AS. Jangan sampai untuk mendapatkan harga yang lebih murah, kepentingan peternakan domestik jangka panjang yang jauh lebih penting harus dikorbankan.

Saya heran mengapa pengalaman kasus flu burung juga tak juga menyadarkan pemerintah akan bahaya wabah penyakit pada ternak. Bukankah pemerintah telah mengeluarkan biaya yang begitu besar untuk pemusnahan unggas dan penanganan penderita (maupun suspect) flu burung?

Belum lagi derita yang dirasakan oleh peternak yang usahanya harus pupus karena serangan virus mematikan tersebut. Juga kesedihan keluarga korban yang harus kehilangan sanak saudaranya karena keganasan virus tersebut.

Soal impor, pemerintah seharusnya juga mengambil pelajaran dari kasus kedelai. Jangan sampai kita terjebak pada lingkaran setan yang bernama 'ketergantungan impor'.

Kedaulatan pangan harus tetap dikedepankan. Memperbesar kran impor pada kasus sapi sama saja dengan memelihara anak singa yang setiap saat bisa menimbulkan bahaya bagi diri kita sendiri. Dengan total produksi sapi domestik lebih dari 70 persen, masih banyak cara lain yang bisa dilakukan untuk menggairahkan kembali industri peternakan sapi di Indonesia yang sempat terpuruk akibat hantaman krisis.

Sesungguhnya, masalah pokok yang dihadapi oleh industri peternakan di Indonesia adalah rendahnya produktivitas pembibitan dan tidak tersedianya cukup pakan di beberapa daerah tertentu. Maka langkah yang seharusnya diambil oleh pemerintah adalah meningkatkan produktivitas pembibitan dan ekstensifikasi peternakan di berbagai daerah potensial, terutama di kawasan timur Indonesia.

Dengan ketersediaan lahan yang masih cukup luas serta pakan yang menjanjikan, kawasan timur Indonesia, utamanya Nusa Tenggara dan Irian Jaya (Papua), bisa menjadi substitusi Jawa yang produksi ternaknya semakin menurun. Kita tunggu saja apakah masih ada komitmen pemerintah untuk memajukan peternakan nasional.

* dimuat di Republika 10 Maret 2008

Wednesday, March 12, 2008

Hari-hari Besar Nasional di Indonesia

1 Januari Diperingati Sebagai Hari Raya Tahun Baru Masehi
10 Januari Diperingati Sebagai Hari Tritura
15 Januari Diperingati Sebagai Hari Peristiwa Laut atau Samudera
25 Januari Diperingati Sebagai Hari Gizi
9 Februari Diperingati Sebagai Hari Ulang Tahun Persatuan Wartawan Indonesia
13 Februari Diperingati Sebagai Hari Farmasi
1 Maret Diperingati Sebagai Hari Kehakiman Indonesia
9 Maret Diperingati Sebagai Hari Wanita Indonesia
11 Maret Diperingati Sebagai Hari Surat Perintah 11 Maret (Supersemar)
18 Maret Diperingati Sebagai Hari Arsitektur Indonesia
24 Maret Diperingati Sebagai Hari Peringatan Bandung Lautan Api
6 April Diperingati Sebagai Hari Nelayan Indonesia
9 April Diperingati Sebagai Hari Penerbangan Nasional
19 April Diperingati Sebagai Hari Pertahanan Sipil (Hansip)
21 April Diperingati Sebagai Hari Peringatan RA. Kartini
24 April Diperingati Sebagai Hari Angkutan Nasional
27 April Diperingati Sebagai Hari Lembaga Pernasyarakatan Indonesia
1 Mei Diperingati Sebagai Hari Peringatan Pernbebasan Irian Barat
2 Mei Diperingati Sebagai Hari Pendidikan Nasional
3 Mei Diperingati Sebagai Hari Surya
20 Mei Diperingati Sebagai Hari Kebangkitan Nasional
21 Mei Diperingati Sebagai Hari Buku Nasional
1 Juni Diperingati Sebagai Hari Lahirnya Pancasila
3 Juni Diperingati Sebagai Hari Pasar Modal Indonesia
21 Juni Diperingati Sebagai Hari Krida Pertanian
22 Juni Diperingati Sebagai Hari Ulang Tahun Kota Jakarta
24 Juni Diperingati Sebagai Hari Bidan Indonesia
29 Juni Diperingati Sebagai Hari Keluarga Berencana Nasional
1 Juli Diperingati Sebagai Hari Bhayangkara
1 Juli Diperingati Sebagai Hari Anak-anak Indonesia
5 Juli Diperingati Sebagai Hari Bank Indonesia
12 Juli Diperingati Sebagai Hari Koperasi Indonesia
22 Juli Diperingati Sebagai Hari Kejaksaan
23 Juli Diperingati Sebagai Hari Anak Nasional
10 Agustus Diperingati Sebagai Hari Veteran Nasional
14 Agustus Diperingati Sebagai Hari Pramuka (Praja Muda Karana)
17 Agustus Diperingati Sebagai Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
18 Agustus Diperingati Sebagai Hari Konstitusi Republik Indonesia
19 Agustus Diperingati Sebagai Hari Departemen Luar Negeri
21 Agustus Diperingati Sebagai Hari Maritim Nasional
1 September Diperingati Sebagai Hari Polwan (Polisi Wanita)
8 September Diperingati Sebagai Hari Aksara
8 September Diperingati Sebagai Hari Pamong Praja
11 September Diperingati Sebagai Hari RRI (Radio Republik Indonesia)
17 September Diperingati Sebagai Hari Perhubungan Nasional
17 September Diperingati Sebagai Hari Palang Merah Indonesia
24 September Diperingati Sebagai Hari Agraria Nasional (Hari Tani)
28 September Diperingati Sebagai Hari Kereta Api
29 September Diperingati Sebagai Hari Sarjana
30 September Diperingati Sebagai Hari Berkabung Nasional Gestapu
1 Oktober Diperingati Sebagai Hari Kesaktian Pancasila
5 Oktober Diperingati Sebagai Hari Ulang Tahun ABRI
15 Oktober Diperingati Sebagai Hari Hak Asasi Binatang
16 Oktober Diperingati Sebagai Hari Parlemen Republik Indonesia
16 Oktober Diperingati Sebagai Hari Pangan Sedunia
24 Oktober Diperingati Sebagai Hari Dokter Indonesia
27 Oktober Diperingati Sebagai Hari Penerbangan Nasional
28 Oktober Diperingati Sebagai Hari Sumpah Pemuda
30 Oktober Diperingati Sebagai Hari Keuangan
3 November Diperingati Sebagai Hari Kerohanian
10 November Diperingati Sebagai Hari Pahlawan
12 November Diperingati Sebagai Hari Kesehatan Nasional
21 November Diperingati Sebagai Hari Pohon
25 November Diperingati Sebagai Hari Guru (PGRI)
4 Desember Diperingati Sebagai Hari Artileri
9 Desember Diperingati Sebagai Hari Armada Republik Indonesia
12 Desember Diperingati Sebagai Hari Transmigrasi
15 Desember Diperingati Sebagai Hari Infanteri
19 Desember Diperingati Sebagai Hari Trikora
20 Desember Diperingati Sebagai Hari Sosial
22 Desember Diperingati Sebagai Hari Ibu

Friday, March 7, 2008

Beberapa Kesalahan Bahasa Jurnalistik

Kamis, 22 November 2007

Oleh
Dad Murniah

Bagi para penulis dan jurnalis (wartawan), bahasa adalah senjata, dan kata-kata adalah pelurunya. Mereka tidak mungkin bisa memengaruhi pikiran, suasana hati, dan gejolak pe-rasaan pembaca, pendengar, atau pemirsanya, jika tidak menguasai bahasa jurnalistik dengan baik dan benar.

Itulah sebabnya, para penulis dan jurnalis harus dibekali penguasaan yang memadai atas kosa kata, pilihan kata, kalimat, paragraf, gaya bahasa, dan etika bahasa jurnalistik.
Bahasa jurnalistik harus memenuhi sejumlah persyaratan, seperti tampil menarik, variatif, segar, berkarakter. Selain itu, ia juga harus senantiasa tampil ringkas dan lugas, logis, dinamis, demokratis, dan populis.

Dalam bahasa jurnalistik, setiap kata harus bermakna, bahkan harus bertenaga, dan bercita rasa. Kata bertenaga dengan cepat dapat membangkitkan daya motivasi, persuasi, fantasi, dan daya imajinasi pada benak khalayak.

Pendayagunaan kata pada dasarnya berkisar pada dua persoalan pokok. Pertama, ketepatan memilih kata untuk mengungkapkan sebuah gagasan, hal, atau barang yang akan diamanatkan. Ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembicara.
Ketepatan memilih kata dapat dicapai apabila kita sebagai penulis atau jurnalis menguasai dengan baik masalah etimologi, semantik, tata bahasa, ejaan, frasa, klausa, istilah, ungkapan, idiom, jargon, singkatan, akronim, peribahasa, kamus, dan ensiklopedia.

Kedua, kesesuaian atau kecocokan dalam menggunakan kata tadi. Hal ini lebih banyak dipengaruhi faktor teknis tata bahasa, faktor psikologis narasumber dan jurnalis, konteks situasi dan maksud pesan yang disampaikan, serta aspek-aspek etis, etnis, dan sosiologis khalayak pembaca, pendengar, atau pemirsa.

Menyimpang dari Kaidah
Bahasa jurnalistik atau bahasa pers, memang merupakan salah satu ragam bahasa kreatif bahasa Indonesia di samping terdapat juga ragam bahasa akademik (ilmiah), ragam bahasa bisnis, ragam bahasa filosofik, dan ragam bahasa literer (sastra).

Bahasa jurnalistik merupakan bahasa yang digunakan oleh wartawan dalam menulis karya-karyanya di media massa. Tulisan itu pun memiliki karakter yang berbeda-beda berdasarkan jenisnya.

Bahasa yang digunakan untuk menuliskan laporan investigasi tentu lebih cermat bila dibandingkan dengan yang digunakan dalam penulisan features. Ada pula gaya yang yang khas pada penulisan jurnalisme perdamaian. Yang digunakan untuk menulis berita utama (ada yang menyebut laporan utama, forum utama) juga akan berbeda dengan bahasa untuk menulis tajuk dan features.

Karena berbagai keterbatasan yang dimiliki surat kabar (ruang, waktu), bahasa jurnalistik memiliki sifat yang khas, yaitu singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, lugas, dan menarik. Kosa kata yang digunakan dalam bahasa jurnalistik mengikuti perkembangan bahasa dalam masyarakat.

Surat kabar dibaca oleh semua lapisan masyarakat yang tidak sama tingkat pengetahuannya. Maka bahasa jurnalistik harus dapat dipahami dalam ukuran intelektual minimal. Juga tidak setiap orang memiliki cukup waktu untuk membaca surat kabar, maka bahasa jurnalistik mengutamakan kemampuan untuk menyampaikan semua informasi yang dibawa kepada pembaca secepatnya dengan daya komunikasinya.

Muncul keluhan bahwa bahasa Indonesia di media massa menyimpang dari kaidah baku. Banyak ditemukan kemubaziran bahasa wartawan pada aspek gramatikal (tata bahasa), leksikal (pemilihan kosakata) dan ortografis (ejaan). Berdasarkan aspek kebahasaan,
kesalahan tertinggi yang dilakukan wartawan terdapat pada aspek gramatikal dan kesalahan terendah pada aspek ortografi. Berdasarkan jenis berita, berita olahraga memiliki frekuensi kesalahan tertinggi dan frekuensi kesalahan terendah pada berita kriminal.

Penyebab wartawan melakukan kesalahan bahasa dari faktor penulis karena minimnya penguasaan kosa kata, pengetahuan kebahasaan yang terbatas, dan kurang bertanggung jawab terhadap pemakaian bahasa, karena kebiasaan lupa dan pendidikan yang belum baik. Faktor di luar penulis, yang menyebabkan wartawan melakukan kesalahan dalam menggunakan bahasa Indonesia karena keterbatasan waktu menulis, lama kerja, banyaknya naskah yang dikoreksi, dan tidak tersedianya redaktur bahasa dalam surat kabar.

Mencerdaskan dan Memuliakan
Penyimpangan morfologis, misalnya, di mana sering terjadi pada judul berita surat kabar yang memakai kalimat aktif, yaitu pemakaian kata kerja tidak baku dengan penghilangan afiks. Afiks pada kata kerja yang berupa prefiks atau awalan dihilangkan.
Ada juga kesalahan sintaksis, yaitu berupa pemakaian tata bahasa atau struktur kalimat yang kurang benar sehingga sering mengacaukan pengertian. Hal ini disebabkan logika yang kurang bagus.

Kesalahan kosakata pun sering terjadi. Kesalahan ini sering dilakukan dengan alasan kesopanan (eufemisme) atau meminimalkan dampak buruk pemberitaan. Kesalahan ejaan hampir setiap kali dijumpai dalam surat kabar.

Yang cukup mengganggu adalah kesalahan pemenggalan. Terkesan setiap ganti garis pada setiap kolom kelihatan asal penggal saja. Kesalahan ini disebabkan pemenggalan bahasa Indonesia masih menggunakan program komputer berbahasa Inggris. Hal ini sudah bisa diantisipasi dengan program pemenggalan bahasa Indonesia.

Untuk menghindari beberapa kesalahan seperti diuraikan di atas adalah melakukan kegiatan penyuntingan baik menyangkut pemakaian kalimat, pilihan kata, dan ejaan. Selain itu, pemakai bahasa jurnalistik yang baik tercermin dari kesanggupannya menulis paragraf yang baik.

Untuk menulis paragraf yang baik tentu memerlukan persyaratan menulis kalimat yang baik pula. Paragraf yang berhasil tidak hanya lengkap pengembangannya tetapi juga menunjukkan kesatuan dalam isinya. Paragraf menjadi rusak karena penyisipan-penyisipan yang tidak bertemali dan pemasukan kalimat topik kedua atau gagasan pokok lain ke dalamnya.

Bahasa jurnalistik merupakan bahasa komunikasi massa. Dengan fungsi yang demikian itu, bahasa jurnalistik itu harus jelas dan mudah dibaca dengan tingkat ukuran intelektual minimal.

Mengacu pada JS Badudu, bahasa jurnalistik memiliki sifat-sifat khas, yaitu singkat, padat, sederhana, lugas, menarik, lancar, dan jelas. Itu mengingat surat kabar dibaca oleh semua lapisan masyarakat yang tidak sama tingkat pengetahuannya.
Demikianlah, bahasa adalah senjata seorang jurnalis, dan kata-kata adalah pelurunya. Seorang jurnalis tidak boleh menggunakan senjata untuk membunuh orang dan bahkan binatang yang tidak berdosa. Ia hanya boleh menggunakan senjata itu untuk mencerdaskan dan memuliakan masyarakat serta membela dan menjunjung tinggi kehormatan negara dan bangsa.

Penulis adalah Kepala Subbid Informasi Pusat Bahasa, Depdiknas

(Sumber: Sinar Harapan)

Ikhwal Sebuah Istilah

Kamis, 6 Maret 2008 | 02:39 WIB

KH Abdurrahman Wahid

Dari segi bahasa, penggunaan kata ”ikhwal” dalam judul di atas jelas salah. Kata ini diambil dari bahasa Arab, yang aslinya berbunyi ahwal. Maksud dari kata itu, keadaan manusia yang senantiasa berubah-ubah dari waktu ke waktu. Namun, untuk keperluan itu, kita sudah terbiasa menggunakan kata ”ikhwal” sehingga akan terasa sangat janggal menggunakan kata ahwal. Ini karena kebiasaan kita sekarang, kita tidak lagi janggal menggunakan kata itu dalam pergaulan sehari-hari. Dengan demikian, kalau kita gunakan kata ikhwal dalam judul di atas, hal itu jadi sama sekali tidak salah.

Maksud dari judul tersebut adalah kenyataan banyak istilah yang digunakan di negara kita. Istilah pendekatan keamanan (security approach) hingga sekarang sering dipakai walaupun dalam praktiknya pihak Tentara Nasional Indonesia (TNI) menganggap pendekatan itu semakin dipersempit sehingga praktis hanya digunakan untuk kepentingan keamanan belaka. Namun, dalam kenyataan, tanpa penggunaan istilah itu pun pendekatan keamanan tetap dipakai.

Contohnya dalam hal ini adalah istilah Bintang Kejora di tanah Papua. Sampai hari ini, pihak keamanan-pertahanan masih memandangnya dalam artian politis. Padahal, pandangan itu digunakan tanpa mengingat asal-usul historisnya. Istilah Bintang Kejora ini pernah digunakan oleh mereka yang tergabung dalam Organisasi Papua Merdeka (OPM). Padahal, istilah OPM itu hanya digunakan sebagai alat tawar-menawar (bargaining position) belaka, yaitu agar ruang gerak kawan-kawan di sana lebih besar. Sama sekali bukan sebagai pernyataan politik untuk separatisme (lepas dari Indonesia). Ini semua terjadi karena kesalahan kita sendiri dalam menangani masalah tersebut dengan bijaksana dan mengutamakan kepentingan nasional. Tapi pembunuhan atas Theys Eluay dan sopirnya tetap tidak diperhitungkan sama sekali bahwa ini akibat arogansi pihak yang selalu merasa benar. Inilah tragedi yang harus kita jalani di tanah Papua hingga saat ini, yaitu penggunaan kekerasan tidak pada tempatnya.

Hal yang sama terjadi dengan Megawati Taufik Kiemas. Ia merasa bahwa keadaan memaksanya menderita, karena teman-teman pendukungnya dibawa ke pengadilan. Sedangkan orang-orang lain di luar pengikutnya dibiarkan saja melakukan hal yang sama, tanpa harus diperiksa oleh pengadilan. Istilah populer untuk menandai hal itu adalah pengadilan tebang pilih. Ia menamainya sebagai pembangunan ”poco-poco”. Digunakannya kata itu untuk menandai kenyataan bahwa pembangunan kita seperti penari poco-poco yang maju dua langkah, kemudian mundur pula dua langkah. Hal ini oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla ditanggapi bahwa pembangunan di masa Megawati Taufik Kiemas menjadi presiden disebutnya sebagai pembangunan dansa-dansi. Padahal, ia adalah pembangunan cakalele, yaitu berputar-putar di tempat.

Hal terpenting yang harus diingat adalah kenyataan bahwa pembangunan nasional di negeri kita tidak diarahkan pada orientasi yang benar. Bukannya diarahkan pada pemecahan masalah-masalah dasar yang kita hadapi sebagai bangsa dan negara, yaitu soal korupsi dan penyalahgunaan wewenang oleh pemerintah. Yang terjadi hanyalah perebutan pembagian wewenang dan kekuasaan antara pihak eksekutif dan pihak-pihak lain. Herankah kita jika lalu terasa pembangunan kita ”berjalan di tempat?”

KH Abdurrahman Wahid Ketua Umum Dewan Syura DPP PKB

(Sumber: Kompas)

Thursday, March 6, 2008

Ya Sayyidi

yaa sayyidi ya rasulullah
Yaa Sayyidi ya Rasulullah
Yaa Man lahuul jaah indallah
Innal musiii-ina qod jaa-uk
Liidzanbi yaastaghfirunallaah

Ya Sayyidar Rusli yaa Thohir
Yaa Ghooyatal qoshdi wasysyaani
Sholla alaaikal Aalil Qoodir
Fi kulli waqtin wa ahyaani

Yaa Sayyidar Rusli yaa Thohir
Abduk alaa baabikum haani
Daa-im lima rufikum syaakir
Fi kulli waqtin wa ahyaani

Yaa ahla baiti Rosulillaah
Yaa ahlal karom wa Ahlal wafa
Ghitsu ubaidan qod hafa
Ha-ir mudhoyyililmaad


01. Ya Sayyidi (long version cq. Gus Dir)
02. Ya Sayyidi (Haddad Alwi)
03. Ya Sayyidi (video (mp4) - Haddad Alwi)

Sajadah Panjang

Ada sajadah panjang terbentang
Dari kaki buaian
Sampai ke tepi kuburan hamba
Kuburan hamba bila mati

Ada sajadah panjang terbentang
Hamba tunduk dan sujud
Di atas sajadah yang panjang ini
Di selingi sekedar interupsi

Reff:
Mencari rezeki mencari ilmu
Mengukur jalanan seharian
Begitu terdengar suara adzan
Kembali tersungkur hamba

Ada sajadah panjang terbentang
Hamba tunduk dan rukuk
Hamba sujud dan lepas kening hamba
Mengingat Dikau sepenuhnya
Mengingat Dikau sepenuhnya



Lyric: Taufik Ismail
Song: Bimbo

Recent Post